Kamis, 19 Maret 2009

Amirul Mu`minin: Menuai Kebaikan

Kamis, 19 Maret 2009 | 0 komentar
IRAK - Dunia sempat dikejutkan oleh pernyataan presiden baru Amerika Serikat Barack Obama mengenai rencana penarikan mundur pasukannya secara bertahap dari Irak dan akan berakhir pada 2011. Namun benarkah rencana presiden kulit hitam pertama itu akan memberikan kebaikan bagi Irak? Menanggapi rencana ini, Amirul Mu'minin Daulah Islam Irak Sheikh Abu Umar al-Baghdadi memberikan pernyataan sikapnya yang disebarkan online melalui Jihad Media Batallion.

Berikut ini adalah hasil penerjemahan Arrahmah dari pernyataan sikap yang disampaikan oleh Daulah Islam Irak melalui Amirul Mu'mumini Sheikh Abu Umar al-Baghdadi:


Segala puji bagi Allah, kami bersyukur kepada-Nya, mencari bimbingan dan ampunan-Nya, berlindung dari kejahatan jiwa kami, dan kejahatan perbuatan kami.

Siapapun yang dibimbing Allah, maka taka ada satupun yang bisa menyesatkannya. Dan siapapun yang disesatkan Allah, tak ada satupun yang dapat menuntunnya.

Saya bersaksi bahwa tak ada satupun layak dipuja selain Allah saja, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Allah swt berfirman dalam al Quranul Karim: "Golongan itu pasti akan bisa dikalahkan dan mereka kan mundur ke belakang." [QS Al Qamar 54:45]

Presiden Amerika Serikat telah menyatakan rencananya penarikan mundur pasukannya secara bertahap dari negeri kita, oleh karena itu kami mempunyai beberapa sikap terhadap pernyataan ini:

Sudut pandang pertama: Setelah Amerika mengakui bahwa tentara mereka kalah di Irak, dan militer dan ekonomi mereka rugi besar, mereka memilih jalan yang tak diharapkan bagi seorang laki-laki kulit hitam (Barack Obama) dan menyetujui bahwa budak itu untuk menjadi tuan di White House. Hal ini terjadi karena budak ini berjanji akan mengembalikan anak-anak dan milik mereka yang hilang, dan akan mewujudkan mimpi dan harapan mereka. Dan ini adalah terobosan tuan baru mereka untuk mengakui kegagalan dan kekalahan sekalipun secara tersirat, dia menggelitik tuan lama/budak baru dengan kata "penarikan" dan kepulangan terhormat tentara-tentara mereka yang hebat sepanjang sejarah sesuai dengan perintahnya.

Sudut pandang kedua: Apa yang sudah dideklarasikan oleh presiden AS itu tak lain hanyalah cara cerdik untuk penjajahan wajah baru, mereka berharap bahwa ada orang tolol dan naif menyepakati negeri kita dijajah dan kehormatan kita dihina selama tiga tahun akan datang di bawah keberhasilan penarikan. Oleh sebab itu setelah akhir periode ini, mereka akan menemukan hal-hal baru lainnya selama tiga tahun, dan jika seperti ini maka para penjahat itu akan menjamin durasi yang laman dengan sedikit korban dan sedikit materi baik secara militer dan moril, khususnya bahwa tidak ada jaminan bagi janji-janji yang diberikan oleh penjajah salibis itu.

Sudut pandang ketiga: Dia (presiden AS) melanjutkan serangkaian kebohongan dilakukan pertama kali oleh nenek moyang kejahatannya (mantan presiden sebelumnya, George W. Bush) yang mengkalim pasukannya telah berhasil dan tentaranya akan tinggal di Irak untuk periode selanjutnya dalam rangka menjaga keamanan Irak.

Dan saya bilang pada laki-laki ini: Dengan siapa anda berbicara wahai penjahat baru? Dan keberhasilan dan keamanan macam apa yang sedang anda bicarakan? Anda sudah menggali luka yang cukup dalam di setiap rumah di Irak entah dengan kehilangan orang-orang yang mereka kasihi atau menangkap teman-teman mereka atau menjadikan mereka tunawisma. Ada empat juta orang Irak yang dikeluarkan, ratusan ribu yang dibunuh, puluhan ribu yang ditangkap dan hal yang paling pahit adalah kehormatan kami yang sudah anda cemarkan dengan kejahatan di muka bumi. Ini adalah keberhasilan dan itu adalah keamanan!

Sudut pandang keempat: Pembohong itu berbicara tentang heroisme pasukan mereka di Mesopotamia dan sebagai contohnya seorang tentara meninggal yang badannya pecah berkeping-keping setelah menembak (seperti yang ia klaim) ksatria bataliaon syahid sambil berusaha ke dalam markas besar untuk melindungi lima puluh orang lainnya yang ada di sana.

Saya katakan padamu, wahai manusia: Tahukah kalian keanehannya? Ksatria itu mengendarai kendaraan kematian, mengambil langkah yang gegas di tengah kerumunan, menyerang dengan serangan ksatria, menyanyikan lagu kemenangan, tidak dibuat bingung oleh tembakan musuh atau dibelokkan dari sasarannya oleh sekutu penjajah. Dia datang sendirian untuk menghancurkan menghancurkan benteng yang diperkokoh dengan ratusan tentara musuhnya, dia berubah beberapa saat namun ia yakin rasa gentar dan takut akan meninggalkannya bersama luka di badan dan tetesan airmata sembari bergumam lirih "Tak ada tidur yang nyenyak untuk mata seorang pengecut". Keabadian hanya bagi Islam, wahai manusia kejam. Jika anda (presiden pembohong) memuji tentara anda di negeri kami, ketahuilah bahwa Allah telah membangun istana surga bagi para syuhada di langit dengan bata bersepuh perak dan emas, dia akan menikmati di surga firdaus sedangkan tentara anjing anda akan tersiksa di dalam api-neraka, dan sejarah akan menyaksikan bahwa para ksatria syuhada telah membangun kemenangan dan mengibarkan bendera Islam tinggi-tinggi. Mereka tidak menyerah atau menangis seperti perempuan, nama dan ingatan mengenai mereka akan tetap terpatri di hati kami, orang-orang di dunia akan akan memuji mereka dan langit pun akan berdoa bagi mereka dan di hadapan Allah musuh-musuh akan dikumpulkan (pada Hari Perhitungan).

Sudut pandang kelima dan yang paling penting adalah perkataannya mengenai lamanya mereka di Irak adalah dalam rangka memperoleh kedaulatan di negeri ini, dan mereka akan mendukung pemerintah Irak untuk yang akan mereka kembangkan dan perkuat kondisi militernya sebelum penarikan mundur pasukan mereka.

Pertama-tama: Pemerintah dan kedaulatan mana yang anda bicarakan?

Luka kami masih basah, wahai presiden negara Salibis dan sekutu Zionis, penjagal Baker Solagh masih anggota pemerintah ini, di sisi lain pemimpin kejahatan Magus dan Rafedi (shiite) Partai Dakwah ada di depannya, dan Bader Corps dan semua lembaga dan organisasi kejahatannya ada di kedua sayap pemerintah sebagaimana agen penjagal Kurdi di ASAICH. Bagi anda yang ingin memperkuat negara dan memfokuskan basis mereka, bagi mereka pemilihan di Baghdad telah dipalsukan (sungguh kami percaya pada ketidaksetiaan ini semua). Oleh sebab itu maka tidaklah mengherankan jika Rafedites (shiites) menang dengan hasil suara 80% di dewan kota dan tidak membolehkan orang-orang Sunni menjadi lebih dari sekedar penjaga pintu dan tukang bersih-bersih untuk menyenangkan Magus Rafedites (shiites), dan ini tidak akan terjadi dengan bantuan Allah.

Yang kedua: Sejarah membuktikan bahwa negara Islam sangat keras dan cerdas. Oleh karena itu ketika musuh kafir salibis Rusia melarikan diri dari Afganistan, dia menguatkan agen sewaan pemerintah di bawah pimpinan "Najibullah" yang berbuat seolah-olah bahwa dia taat beragama. Meskipun demikian, muslim Afghanistan melawannya dan menggantungnya di pusat kota Kabul. Juga agen sewaan pemerintah Brother Party di bawah pimpinan Sayyaf dan Rabbani ketika mereka datang di balik tangki Amerika, Mujahidin tidak tertipu oleh mereka namun Mujahidin tegak melawan mereka hingga musuh itu sendirilah yang membuang mereka dari sejarah. Di Irak, dengan izin Allah, kami membebaskan orang-orang Arab dan kaum Muslimin yang berani untuk menjadi saksi sejarah serangan ganas melawan musuh, dan saatnya sekarang membuktikan kekuasaan dan ketulusan kami. Orang-orang Irak (dengan izin Allah) tidak kurang kecerdasannya dari saudara-saudara di Afghanistan, dan mereka sangat hati-hati terhadap agama mereka seperti saudara mereka dan yang lainnya.

Ketiga: Allah yang menyuruh kami memerangi para penjajah kafir adalah Dzat yang juga memerintahkan kami memerangi para agen sewaan itu. Namun Allah meminta kami untuk memerangi untuk memerangi orang-orang kafir di daerah kami daripada musuh yang jauh jaraknya dari kami. Allah swt berfirman dalam kitab suci al Quran: "Wahai orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan darimu, dan ketahuilah bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertakwa." [QS at Tawbah 9:123]

Abu Jafar al Tabari menjelaskan ayat ini: Allah swt mempersembahkan ayat ini bagi orang-orang yang beriman terhadap-Nya dan utusan-Nya saw jika Ia mengatakan: Wahai yang telah membenarkan Allah, perangilah orang-orang kafir yang terdekat terlebih dahulu. Ia mengatakan: mulailah memerangi orang-orang kafir yang paling dekat, kemudian yang paling dekat, dan lain-lain...sebelum memerangi yang lebih jauh.

Ibnu Katsir berpendapat mengenai ayat ini: inilah mengapa Nabi saw memulai dengan memerangi penyembah berhala bangsa Arab.

Oleh sebab itu bagaimana jika kafir ini memerintah negeri kami? Dan bagaimana jika dia menjadi seorang agen sewaan dan menjadi pengikut musuh kami yang keji? Syariah (undang-undang Islamiah) dan pemerintahan adalah poros jihad kami dan sebaiknya tidak jauh dari pikiran kami. Dan kami mengulang sekali lagi bahwa kami tidak memperjuangkan negeri kami tetapi agar kalimat Allah menjadi yang paling tinggi di muka bumi.

Setelah berakhirnya Rencana Karama, dan (dengan izin Allah) gagalnya usaha untuk menghentikan jihad dan Mujahidin baik secara militer, sosial, ekonomi dan media, lalu kemenangan ini pun ditandai bersamaan dengan deklarasi laki-laki kulit hitam Washington (Obama) mengenai rencana penarikan pasukan, pengakuan kekalahan, dan perubahan cara operasi di Mesopotamia. Maka dari itu kami nyatakan akhir rencana dari al-Karam dan memulai rencana baru dengan tujuan dan fokus operasi yang disesuaikan dengan periode kekinian dan yang akan datang sesuai situasi maupun peristiwa yang kami hadapi, dan kami menyebutkannya: Menuai Kebaikan.

Semua orang (teman atau musuh) akan merasakan pengaruh rencana ini di masa yang akan datang (dengan pertolongan Allah), dan kami meminta Allah untuk memberi kami pertolongan, keberhasilan, kesabaran dan kesungguhan. Tahap baru ini sangat serius dan penting sekali orang Sunni melawan persekutuan Magus-Salibis agar Baghdad tidak dijual dengan murah kepada Magus Iran dan agen mereka. Sekarang mereka mulai datang ke Baghdad seolah-olah mereka menjadi penakluk sedangkan benar-benar mereka hanya mendatanginya (Baghdad) sebagai bagian dari rencana yang sudah ditetapkan. Kami mau menolong dan memaafkan setiap Muslim di Mesopotamia atau di luar sekalipun sebelumnya ia bertingkah laku buruk, kami harap semua orang menyadari bahaya baru di Irak dan seluruh negeri lainnya, ditambah lagi persekutuan yang cukup rumit dan kelicikan yang sengaja dirangkai untuk melawan agama Islam dan para penganutnya, kami berharap untuk membiarkan apa yang sudah berlalu, karena kami sekarang hanya memiliki satu harapan yakni: menjadi Muslim yang menjalankan Syariah Allah dan menjalankannya sesuai metode ahlu sunnah wal jamaah (Sunni).

Kesimpulannya, saya katakan kepada muslim dimana pun yang memperhatikan serangan ganas di Negara Islamiah di Mesopotamia baik militer maupun media:

Jangan khawatir terhadap jihad di Irak dan bersikap biasalah. Gedung yang dibangun dari tengkorak para syuhada dan tanahnya dicampur dengan darah orang-orang ikhlas adalah bangunan kebenaran yang kuat lebih kuat dari gunung dan lebih bersinar dari bintang-bintang. Semua itu dari Allah yang Maha Pemurah yang Maha Penyayang dan Maha Mengampuni bagi siapa saja yang mengorbankan diri mereka dengan sia-sia, dan bendera Allah dikibarkan oleh singa-singa Mujahidin pemberani yang melawan musuh mereka dan semoga Allah mengampuni kesalahan mereka.

Dan Allah memiliki kekuasaan dan pengawasan penuh pada segala hal, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.

Saudara kalian,
Abu Omar al Quraishi al Baghdadi


read more

Kamis, 12 Maret 2009

Ziyyad Al Jarrah, Satu Dari 19 The Magnificent

Kamis, 12 Maret 2009 | 0 komentar
Siapakah Ziyyad Al Jarrah ? Benarkah dia memiliki sepupu yang bernama Ali Al Jarrah, seorang agen Mossad sebagaimana diberitakan New Yorl Times baru-baru ini ? Betulkah Ziyyad Al Jarrah termasuk satu dari 19 Pemuda Pemberani yang malakukan aksi syahid pada persitiwa 911 ? Berikut biografi singkat Ziyyad Al Jarrah yang dikutip dari majalah Jihadmagz Edisi 3.

Ziyyad Al Jarrah. Beliau berasal dari Libanon, tanah Syam, tanah yang sama dengan Abu Ubaidah Al Jarrah. Beliau begitu lembut dan ikhlas. Semoga Allah ridho kepada beliau.Beliau lahir pada tanggal 11 Mei tahun 1975 di Mazraa, Lebanon dengan nama Ziad Samir Jarrah. Terdapat sejumlah variasi namanya, di antaranya Ziad Samir Al-Jarrah, Zaid Jarrahi, Ziad Jarrah Jarrat, dan Ziyad Samir Jarrah.

Beliau berasal dari keluarga kaya dan sekuler, namun semuanya itu bisa ditinggalkannya karena iman.Pada bulan Oktober 2006, sebuah video yang dirilis Al Qaeda dikeluarkan dan menunjukkan bahwa beliau bersama Muhammed Atta membacakan wasiat mereka pada bulan Januari 2000 di kamp pelatihan Peternakan Tarnak milik Syekh Usamah bin Ladin dekat Kandahar, Afghanistan.

Orang tua Jarrah tercatat sebagai Muslim Sunni, meskipun mereka hidup dengan gaya sekuler. Ketika berumur tujuh tahun, Israel menginvasi daerah selatan Lebanon, kenyataan yang kemudian mengarahkan kehidupannya nanti. Orang tuanya mengirimnya ke sekolah swasta Katolik di Beirut bernama La Sagesse, dimana dia bekerja sukarela di sebuah kamp untuk anak-anak cacat dan turut dalam program anti-narkoba. Selanjutnya dia menjadi pengasuh anak-anak yatim di gereja terdekat. Nilai akademiknya cukup baik, dan kedua orang tuanya merencanakan untuk mendapatkan pelajaran privat dalam matematika, fisika, dan kimia.

Dia tetap dekat dengan keluarganya; dia tampaknya satu-satunya pelaku aksi 9/11 yang berhubungan dekat dengan keluarga, termasuk pamannya Assem Omar Jarrah dimana surat izin kerjanya belakangan ditemukan dalam reruntuhan bersama dengan paspor Ziad. Pada masa kanaknya, dia selalu ingin menerbangkan pesawat, namun keluarganya tidak mendukungnya. “Aku tidak menghendakinya menjadi seorang pilot,” kata ayahnya kepada Wall Street Journal seminggu setelah serangan. “Aku hanya punya satu putra dan aku takut dia akan mengalami kecelakaan."

Dari tahun 1995 hingga 1996, ketika tinggal di Lebanon Ziad Jarrah, menurut keluarganya, seseorang dengan nama serupa menyewa sebuah apartemen di Brooklyn, New York. Para pemilik mengklaim bahwa itu adalah Ziad Jarrah yang sama dengan foto-foto yang ditunjukkan FBI.

Pada musim semi 1996, Jarrah pindah ke Jerman bersama sepupunya Salim. Di sana mereka mengambil kursus untuk mendapatkan sertifikat bahasa Jerman di Universitas Greifswald yang membutuhkan warga asing yang ingin belajar bahasa Jerman tetapi tidak berbicara dengan bahasa tersebut.
Pada tahun 1997, Jarrah meninggalkan Greifswald dan mulai belajar teknik ruang angkasa di Universitas Ilmu-ilmu Sains Terapan di Hamburg, sambil bekerja di toko cat Volkswagen dekat Wolfsburg. Selama berada di Hamburg, dia menyewa sebuah apartemen dari Rosemarie Canel, yang ingin mengecat lukisan dirinya yang ingin diberikan oleh Jarrah kepada ibunya sebagai hadiah pada bulan Desember.

Laporan Komisi 9/11 menyatakan bahwa Jarrah merupakan anggota Hamburg cell, bersama dengan Atta dan yang lainnya. Akan tetapi dia tidak tinggal besama satu pun dari mereka dan hanya dikonformasikan secara jelas pernah bertemu dengan mereka di Hamburg dalam satu waktu: yaitu pesta pernikahan Said Bahaji di Masjid al-Quds. Kedekatan hubungannya dengan mereka tidak diketahui.

Pada akhir tahun 1999, Jarrah, Muhammad Atta, Marwan al-Shehhi, Said Bahaji, dan Ramzi Binalshibh memutuskan untuk pergi ke Chechnya guna berjihad melawan tentara Rusia. Khalid al-Masri dan Mohamedou Ould Slahi membujuk mereka pada saat-saat terakhir supaya pergi saja ke Afganistan untuk bertemu Syekh Usamah bin Ladin dan berlatih untuk mengadakan serangan ke AS. Mereka diberitahu bahwa mereka ditugaskan untuk suatu misi sangat rahasia dan diinstruksikan untuk kembali ke Jerman dan mendaftarkan diri ke sekolah penerbangan.

Pada bulan Oktober 1999 Ziad Jarrah terlihat dalam film pada pesta pernikahan Said Bahaji bersama para pelaku aksi 9/11, termasuk Marwan al-Shehhi.
Pada tahun 2006 sebuah video menunjukkan bahwa Jarrah, masih memelihara janggut, membaca surat wasiatnya pada bulan Januari 2000 bersama Muhammad Atta. Tidak lama setelah itu, Jarrah mencukur janggutnya dan mulai berperilaku lebih sekuler. Sebagian besar pemuda pelaku aksi berusaha menutupi identitas mereka dan berbaur dengan masyarakat. Jarrah melaporkan paspornya dicuri orang pada bulan Februari 2000 dan menerima duplikatnya, sebagaimana halnya yang dilakukan oleh Atta dan al-Shehhi pada bulan sebelumnya.

Jarrah drop out dari kampusnya dan mulai mencari sekolah penerbangan. Dia mengklaim bahwa ini dilakukannya untuk memenuhi impian masa kecilnya untuk menjadi seorang pilot. Setelah mencari di sejumlah negara, dia berkesimpulan bahwa tidak ada satu pun sekolah penerbangan di Eropa yang memenuhi standar, dan atas saran kawan masa kecilnya, dia bersiap untuk pindah ke Amerika Serikat.

Tampaknya Jarrah masuk AS tujuh kali, lebih banyak dibandingkan yang lain. Pada tanggal 25 Mei 2000, dia membawa visa B-1/B-2 (turis/bisnis) ke AS. Pada tanggal 27 Juni 2000, dia datang ke AS untuk pertama kali, yaitu tiba di Newark International Airport. Dia kemudian pergi ke Florida dan mendaftarkan diri di Pusat Pelatihan Penerbangan Florida di Venice full-time. Jarrah tidak mengisi aplikasi untuk mengubah statusnya dari visa turis ke visa mahasiswa, yang berarti dia melanggar status imigrasinya.

Jarrah mendaftarkan diri di sekolah penerbangan untuk waktu enam bulan, dari bulan Juni 2000 hingga 15 Januari 2001. Di sekolah penerbangan, banyak rekannya menyukainya, menggambarkan dirinya sebagai seorang yang baik dan terpercaya.

Jarrah mendapatkan lisensi untuk menerbangan pesawat kecil dan mulai berlatih menerbangkan jet besar pada akhir tahun 2000.
Pada pertengahan Januari 2001, dia kembali terbang ke Beirut untuk mengunjungi ayahnya yang akan menghadapi operasi jantung.
Ketika kembali ke AS, dia melewati UEA, menurut para pejabat negara tersebut, yang pada awalnya dilaporkan diwawancarai oleh pejabat pemerintah negara tersebut pada tanggal 30 Januari 2001, atas permintaan CIA. Dia terus terang mengakui pernah ke Afganistan dan Pakistan, meskipun pihak CIA menyangkal klaim tersebut dan laporan Komisi 9/11 tidak menyebutkan hal tersebut. Sekolah penerbangan Florida dimana Jarrah belajar juga mengatakan bahwa dia berada di sekolah tersebut hingga 15 Januari 2001.

Pada tanggal 6 Mei, Jarrah mendaftarkan diri menjadi anggota untuk jangka waktu dua bulan di Pusat Kebugaran US1, sebuah gym di Dania Beach, Florida — dia bisa memperbaharui keanggotaannya untuk dua bulan lagi, dan akhirnya mendapat latihan bertempur jarak dekat dengan Bert Rodriguez.
Sekitar bulan tersebut diduga bahwa Ahmed al-Haznawi, yang tiba pada tanggal 8 Juni, pindah bersama Jarrah. Jarrah menyewa apartemen baru di Lauderdale-by-the-Sea setelah kedua pria tersebut memberikan fotokopi paspor Jerman mereka kepada pemilik gedung, yang kemudian dia menyerahkannya ke FBI.

Pada tanggal 25 Juni, Jarrah membawa al-Haznawi ke Rumah Sakit Holy Cross di Fort Lauderdale, Florida, atas saran pemilik apartemennya Charles Lisa. Al-Haznawi ditangani oleh Dr. Christos Tsonas dan memberinya obat antibiotik untuk luka kecil di betis kirinya. Sementara dia mengatakan kepada pegawai bahwa dia tersandung kopor, pihak media secara singkat melaporkan luka tersebut terlihat seperti cutaneous anthrax dengan berharap agar ada petunjuk adanya hubungan dengan serangan antraks pada tahun 2001, meskipun pihak FBI kemudian menyebut rumor tersebut dengan menyatakan bahwa

“Pengujian mendalam tidak menunjukkan bahwa antraks muncul bersama dengan kehadiran para pelaku aksi 911 di tempat mana pun."

Pada pertengahan Juli 2001, beberapa orang pelaku aksi dan anggota Hamburg cell berkumpul dekat Salou, Spanyol, dalam jangka waktu beberapa hari atau dua minggu. Karena pengunjung hotel sedang sepi pada saat itu, diperkirakan bahwa mereka menghabiskan waktu tertentu di dan sekitar rumah-rumah aman milik pimpinan Al-Qaidah di Spanyol, , Imad Yarkas.

Setelah peristiwa 9/11, para penyidik Spanyol mengikuti jejaknya ke belakang, dan peristiwa-peristiwa yang diketemukan tercatat dalam harian nasional berbahasa Spanyol El País. Para saksi mata mengatakan kepada para penyidik Spanyol mereka meliat seorang pria mirip Al-Shehhi pada tanggal 17 Juli 2001 di taman Universal Studios Port Aventura dekat Salou, Spanyol.

Pengunjung tersebut, yang ditemani oleh dua pria, sedang menanyakan soal kendaraan (yang bisa disewa) di kasir. Saksi-saksi mata mengindikasikan kedua rekannya ini mirip Ziad Jarrah, pilot terakhir pada pesawat United Airlines Flight 93 dan Said Bahaji, anggota sel Al-Qaidah di Jerman berusia 26 tahun berdarah Maroko-Jerman.

Kembali ke Jerman, yaitu acara pernikahan Bahaji berlangsung pada tahun 1999 dimana Al-Shehhi ada di sana difilmkan. Saksi-saksi mata lain memberitahu soal Bahaji lewat foto-foto, sebagai seorang dari sekelompok pria yang mereka lihat di Spanyol. Akan tetapi, Bahaji juga memperlihatkan kemiripan dengan kehadiran Mohamed Atta, yang tengah dilacak di daerah-daerah yang sama di Spanyol lewat catatan-catatan hotel dan perjalanannya.

Pada tanggal 27 Agustus, dia check in di sebuah motel di Laurel, Maryland, hanya satu mil jauhnya dari hotel Valencia dimana empat pelaku aksi yang lainnya tinggal.Pada tanggal 7 September keempat pelaku aksi Flight 93 terbang dari Fort Lauderdale ke Newark International Airport dengan menumpang pesawat Spirit Airlines.

Dini hari tanggal 9 September, Jarrah terkena tilang karena mengebut di jalan raya di Maryland dan diharuskan membayar $ 200. Jarrah menelepon kedua orang tuanya, menyebutkan bahwa dia telah menerima uang permintaannya yang dikirim orang tuanya lima hari yang lalu. Dia mengatakan kepada mereka bahwa dia hendak berjumpa dengan mereka pada tanggal 22 September dalam acara pernikahan sepupunya dan telah membeli jas baru untuk acara tersebut. Wanita pemilik tempat tinggalnya kemudian mengkonfirmasikan bahwa Jarrah telah memperlihatkan jas tersebut beberapa hari sebelumnya.
Menurut sebuah sumber, Jarrah telah merancang sebuah kokpit tiruan yang besar, terbuat dari kertas kardus di apartemennya tidak berapa lama sebelum serangan.

Pagi hari tanggal 11 September 2001, Ziad Jarrah menumpang pesawat United Airlines Flight 93 tanpa insiden, dan duduk di kelas satu dekat kokpit. Sehubungan dengan penundaan keberangkatan, pilot dan awak pesawat diberitahu bahwa sebelumnya telah terjadi pembajakan pada hari itu dan mereka dimohon untuk berhati-hati. Beberapa menit kemudian, pesawat Flight 93 juga berhasil mereka kuasai.

Komisi 9/11 menyatakan bahwa Jarrah adalah pilotnya. Transkrip penerbangan mungkin menunjukkan Saeed al-Ghamdi, yang juga terlatih melakukan penerbangan simulasi, bisa juga menjadi pilot atau ko-pilot. Dua pelaku aksi terdengar memanggil sang pilot “Saeed.”

Suara pilot terdengar melalui kendali lalu-lintas udara, memberitahu penumpang untuk tetap di tempat. Pada pukul 9:39 AM, pilot mengumumkan, “Di sini kapten. Dimohon semua tetap berada di tempat. Ada sebuah bom di pesawat dan akan kembali ke bandara, agar tuntutan kami [tidak bisa dipahami]. Mohon tetap tenang.” melalui radio.

Setidaknya terdengar dua telepon yang berasal dari penumpang mengindikasikan bahwa semua pelaku aksi yang mereka lihat menggunakan ikat kepala berwarna merah, dan mengindikasikan bahwa salah seorang dari mereka telah mengikatkan boks di sekeliling tubuhnya, dan mengklaim di dalamnya ada bom – diduga pemuda itu adalah Ahmad Al Haznawi atau Ahmad Al Nami.

Para penumpang pesawat mendengar melalui panggilan telepon nasib pesawat yang dibajak lainnya. Mereka sadar bahwa mereka harus mengambil alih kembali kokpit/kemudi dari para pelaku aksi atau pesawat mereka juga akan dijadikan sebagai rudal. Seorang penumpang memberontak dan hendak menggagalkan rencana, namun gagal menyelamatkan pesawat.

Menurut para penyidik AS, analisa terhadap rekaman kokpit pesawat terbang pada tanggal 8 Agustus 2003, sekumpulan penumpang mencoba melabrak masuk ke dalam kokpit. Agar mereka terjatuh, pilot berusaha menggulingkan pesawat ke kiri dan ke kanan. Ketika usaha ini gagal, dia kemudian menghempaskan moncong pesawat ke depan dan ke belakang. Akan tetapi, para penumpang terus mendobrak pintu kokpit. Mereka menggunakan sebuah trem sebagai alat pelantak dan mulai menghancurkan pintu kokpit. Akhirnya pilot diberitahu seorang rekannya untuk menabrakkan pesawat ke pertanian Pennsylvania daripada kendali pesawat diambil alih oleh penumpang.

Sebagai jawaban, pilot menjungkirbalikkan pesawat dan mulai menghunjam ke bawah. Pesawat United 93 jatuh pada kecepatan 580 mil per jam (933 km/jam) ke sebuah tambang terbuka di pinggiran hutan dekat Shanksville, Pennsylvania pada pukul 10:03:11, 125 mil (200 km) dari Washington, D.C.
Dengan demikian, meskipun target serangan pesawat Flight 93 gagal ditabrakkan ke Gedung Capitol Hill, para pemuda pemberani ini tetap berhasil menyelesaikan misi mereka dan menggagalkan sekelompok penumpang yang melawan. Seluruh penumpang dikabarkan tewas, termasuk keempat pemuda pemberani di dalamnya.

read more

Menggugat Demokrasi - Daftar Isi

0 komentar

Berikut Daftar Isi Buku “Menggugat Demokrasi dan Pemilu, Menyingkap Borok-borok Pemilu dan Membantah Syubhat Para Pemujanya”, karya Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam yang dinukil oleh Blog Ulama Sunnah dari situs www.assunnah.cjb.net:

1 Menggugat Demokrasi - Mukaddimah Penyusun

2 Menggugat Demokrasi - Definisi Demokrasi

3 Menggugat Demokrasi - Unsur Demokrasi

4 Menggugat Demokrasi - Pandangan Islam Terhadap Orang Yang Menerima Paham Demokrasi

5 Menggugat Demokrasi - Mendekatkan Ajaran Islam Dengan Demokrasi

6 Menggugat Demokrasi - Apakah Demokrasi dan Pemilu Sama Dengan Musyawarah Dalam Islam?

7 Menggugat Demokrasi - Membantah Syubhat

8 Menggugat Demokrasi - Sistem Demokrasi Selaras Dengan Islam?

9 Menggugat Demokrasi - Pemilu Sudah Ada di Awal Sejarah Islam?

10 Menggugat Demokrasi - Boleh Mengambil Sebagian Sistem Jahiliyah?

11 Menggugat Demokrasi - Pemilu Adalah Perkara Ijtihadiyah?

12 Menggugat Demokrasi - Pemilu Termasuk Mashalih Al Mursalah?

13 Menggugat Demokrasi - Pemilu dan Hizbiyyah Adalah Persoalan Artifisial Bukan Substansial?

14 Menggugat Demokrasi - Kami Berniat Baik?

15 Menggugat Demokrasi - Mendirikan Negara Islam?

16 Menggugat Demokrasi - Menegakkan Syariat Secara Bertahap?

17 Menggugat Demokrasi - Kami Akan Mengalihkan UU Sekuler Menuju UU Islam!

18 Menggugat Demokrasi - Kami Tidak Ingin Memberi Peluang Kepada Musuh!

19 Menggugat Demokrasi - Kami ‘Terpaksa’ Terjun Ke Dalam Pemilu dan Parlemen!

20 Menggugat Demokrasi - Kami Masuk Ke Dalam Pemilu Karena Darurat!

21 Menggugat Demokrasi - Dengan Ikut Pemilu Berarti Memilih Bahaya Yang Paling Ringan!

22 Menggugat Demokrasi - Ulama-Ulama Yang Mulia Telah Berfatwa Tentang Disyariatkannya Pemilu!

23 Menggugat Demokrasi - Nasehat: Jangan Membela Kebatilan

24 Menggugat Demokrasi - Nasehat: Jangan Berkata Tanpa Ilmu

25 Menggugat Demokrasi - Nasehat: Ambillah Ilmu Dari Ahlinya

26 Menggugat Demokrasi - Nasihat Kepada Para Penuntut Ilmu

27 Menggugat Demokrasi - Penutup dan Ucapan Terima Kasih

Bannar Menggugat Demokrasi


read more

Menggugat Demokrasi - Penutup dan Ucapan Terima Kasih

0 komentar

Oleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam

Terakhir saya haturkan rasa terima kasih semoga Allah membalas dengan kebaikan kepada beberapa ikhwah yang telah membantuku. Di antara mereka adalah Al Akh Al Fadhil Abu Sulaiman Muhammad bin Shalih An Nuhami, semoga Allah tambahkan karunia dan memperbaiki keturunannya dan menambahkan bashirah dan keteguhannya. Semoga Allah memperbesar balasan dan pahala baginya sebagai balasan atas pembelaannya terhadap dakwah ini.

Demikian pula kepada Al Akh Al Fadhil Muhammad Ash Shaghir bin Ghaid bin Ahmad Al Abdali Al Maqthari dan ikhwan yang lain yang turut membantuku. Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa menjaga mereka semua dan membalas jerih payah mereka serta meluruskan langkah-langkah kami.

Wa akhiru da’wana ‘anil hamdulillahi Rabbil ‘Alamin.

(Dinukil dari buku: Menggugat Demokrasi dan Pemilu. Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber: www.assunnah.cjb.net)


read more

Menggugat Demokrasi - Nasihat Kepada Para Penuntut Ilmu

0 komentar

Oleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam

Kami nasihatkan kepada para penuntut ilmu syar’i agar beristifadah (mengambil faidah) dari Al Quran dan As Sunnah dengan manhaj Salatul Ummah serta orang- orang yang mengikuti mereka. Dan juga memperbanyak bekal dengan ilmu yang bermanfaat ini. Sesungguhnya kesiapan dan kemauan (untuk mengambil ilmu dari Al Quran dan As Sunnah) dengan izin Allah akan menjadikan mereka mampu mengambil manfaat dari ilmu ini dan menyebabkan mereka termasuk sebagai orang- orang yang mengikuti Salafus Shalih dan berjalan di atas manhaj mereka dan menggapai keuntungan yang besar ini. Sedangkan di akhirat diharapkan akan dikumpulkan bersama dengan orang-orang yang telah Allah katakan :

“Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama- sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu para Nabi, shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An Nisa’ : 69)

Saya nasihatkan mereka juga agar tidak memperbanyak debat dan berbantah- bantahan bersama orang-orang yang menyimpang karena hal itu akan mengeraskan hati, merusak tabiat dan menghilangkan kehormatan yang telah Allah tetapkan terhadap orang-orang yang beriman.

Kami nasihatkan mereka juga agar berakhlak mulia terhadap orang-orang yang menyelisihinya. Kita tidak menerima kesalahan-kesalahan mereka dari zaman dahulu sampai sekarang namun kami tetap menerapkan keadilan.
“Janganlah kebencianmu pada suatu kaum menyebabkan kalian tidak berbuat adil, berbuat adillah karena itu lebih dekat kepada takwa.”

Dan firman Allah Azza wa Jalla :
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An Nisa’ : 135)

Sikap yang kami terapkan kepada orang-orang yang menyimpang adalah dalam rangka menaati Allah dan tidak bermaksiat kepada-Nya. Kami terapkan hukum Allah kepadanya dan tidak melampaui batas-batas syar’i dalam menyikapi orang-orang yang menyimpang dan ahlul bid’ah. Tidak boleh bagi kaum Muslimin apalagi para ulama dan penuntut ilmunya untuk keluar dari batas-batas ini. Karena hal itu akan memadharatkan kami dan dengan demikian berarti kami bermaksiat kepada Allah dan memperturutkan orang-orang yang menyimpang tersebut dalam penyimpangannya. Karena kondisi semacam ini dapat dimanfaatkan mereka untuk menyebarkan syubhat-syubhat yang mereka miliki. Sehingga terbuanglah waktu dengan sia-sia, pikiran pun terbebani dan ibadah pun terlantar.

Bahkan siapapun yang tidak berpegang dengan aturan ini yaitu mengembalikan setiap masalah kepada ahlinya maka ia akan dikatakan menyimpang dan saya khawatir ia akan gagal.

Saya memohon kepada Allah Yang Maha Agung, Rabbnya ‘Arsy yang agung pula agar memberi manfaat kepadaku dan kepada saudara-saudaraku kaum Muslimin seluruhnya dengan nasihat ini. Allah-lah tempat memohon pertolongan.

(Dinukil dari buku: Menggugat Demokrasi dan Pemilu. Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber: www.assunnah.cjb.net)


read more

Menggugat Demokrasi - Nasehat: Ambillah Ilmu Dari Ahlinya

0 komentar

Oleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam

Ketahuilah wahai saudaraku Muslim –semoga Allah menjagamu– sesungguhnya agamamu tidak akan lurus kecuali dengan mengambil ilmu syar’i dari ahlinya yakni ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. Karena ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah sangat bersungguh-sungguh berpegang teguh dengan Al Quran dan As Sunnah sesuai pemahaman Salafus Shalih dalam perkara akidah, politik, manhaj, dakwah Ilallah, menyikapi musuh dari kalangan yahudi, nashara dan para cecunguk mereka. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah bersabda :

“Keberkahan ada bersama para orang-orang besar kamu.” (Riwayat Ibnu Hibban, Abu Nu’aim, Hakim dan Baihaqi dari hadits Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhu juga ada dari hadits yang semisalnya)

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu bahwa dia pernah berkata :
“Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka mengambil (ilmu) dari orang-orang besar mereka. Bila mereka mengambil ilmu dari kroco-kroco dan orang- orang jahatnya niscaya mereka binasa.”

Banyak sekali perkataan para ulama yang menganjurkan pentingnya mengambil ilmu dari pakarnya. Imam Muslim telah menyebutkan dalam Kitab Shahih-nya dengan sanad yang shahih dari Muhammad bin Sirin bahwa dia pernah berkata :
“Sesungguhnya ilmu ini adalah agama maka lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.”

Juga diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa dia mengatakan :
“Agamamu agamamu, darahmu dan dagingmu maka ambillah dari orang-orang istiqamah dan jangan mengambil dari orang-orang yang menyimpang.”

Imam Malik rahimahullah mengatakan :
“Apakah tiap kali datang kepada kami seseorang yang lebih pandai bersilat lidah, kami tinggalkan apa yang telah kami ketahui dari Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.”

Sebagian ulama berkata : “Sesungguhnya saya pernah mendengar suatu perkara yang cukup mendalam maka saya tidak menerimanya kecuali dengan dua saksi yang adil yakni Al Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.”

Imam Ahmad rahimahullah berkata :
“Janganlah kalian membeo kepadaku, jangan pula kepada Al Auza’i dan Ats Tsauri, ambillah (ilmu) dari sumber yang mereka mengambil darinya.”

Imam Syafi’i mengatakan :
“Kaum Muslimin telah sepakat bahwa orang yang telah mengetahui dengan jelas tentang Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam maka dia tidak boleh meninggalkannya dengan alasan mengikuti pendapat salah seorang manusia.”
Riwayat ini disebutkan oleh Ibnu Abdul Barr dalam Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadllihi.

Ibnu Abdil Barr juga menyebutkan dalam kitab yang sama :
“Kaum Muslimin telah sepakat bahwa orang yang membeo (bertaqlid) tidak dikategorikan sebagai ulama. Sesungguhnya ilmu adalah mengetahui kebenaran dengan dalil.”

Ibnul Qayyim mengatakan :
“Dan perkara ini memang seperti yang dikatakan oleh Abu Amr rahimahullah yakni Ibnu Abdil Barr.”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah diberitahu oleh Allah Azza wa Jalla tentang perselisihan-perselisihan yang terjadi di kalangan umat ini dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memberikan arahan kepada kita bahwa solusinya adalah berpegang teguh dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan Sunnah para shahabatnya. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Barangsiapa dari kalian yang hidup (setelah masaku) akan banyak melihat perselisihan yang banyak maka kalian wajib berpegang teguh dengan Sunnahku dan Sunnah para Khulafaur Rasyidin, gigitlah dengan kuat dan jauhilah perkara-perkara baru.” (Riwayat Abu Dawud dan lainnya dari hadits Irbadl bin Sariyah)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak pernah sama sekali mengarahkan seorang Muslim untuk masuk ke dalam partai-partai yang bid’ah. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam hanya mengarahkan kita untuk rujuk kepada petunjuk beliau dan petunjuk para shahabatnya. Ini semua tidak mungkin kita lakukan kecuali melalui ulama-ulama yang berpegang teguh dengan petunjuk beliau dan para shahabatnya. Mereka mengetahui hal itu dengan baik dan menitinya dengan cara yang benar. Bukan hanya sekadar pengakuan belaka seperti yang terjadi pada sebagian orang yang mengaku sebagai “salafiyah modern-kontemporer”.

(Dinukil dari buku: Menggugat Demokrasi dan Pemilu. Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber: www.assunnah.cjb.net)


read more

Menggugat Demokrasi - Nasehat: Jangan Berkata Tanpa Ilmu

0 komentar

Oleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam

Ketahuilah wahai orang Muslim bahwa di antara penyakit-penyakit dakwah Ilallah Azza wa Jalla adalah meyakini suatu pendapat sebelum mengetahui dalilnya. Ini merupakan salah satu bentuk perbuatan “berkata atas Allah tanpa ilmu”.

Allah Azza wa Jalla berfirman :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al Isra’ : 36)

Allah Azza wa Jalla juga berfirman :
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta, “ini halal dan ini haram” untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidaklah beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit dan bagi mereka azab yang pedih. (QS. An Nahl : 116-117)

Allah mengkategorikan perbuatan berkata atas nama Allah tanpa ilmu termasuk dosa yang paling besar. Allah Azza wa Jalla berfirman :
Katakanlah : “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada- adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al A’raf : 33)

Perhatikanlah kerasnya ancaman kepada orang yang berkata “ini halal ini haram” tanpa merujuk kepada dalil-dalil syar’i. Larangan ini tertuju kepada kita semuanya, kepada orang yang bodoh dan yang berilmu, kepada hakim dan yang dihakimi.

Bila seorang berijtihad dalam suatu masalah yang belum sampai kepadanya hukum syar’i maka tidak layak baginya untuk mengatakan ini “hukum Allah” bahkan hendaknya dia mengatakan “ini hukumku, hasil ijtihadku”.

Imam Muslim, Imam Ahli Hadits yang empat (Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah) serta Darimi telah meriwayatkan dari hadits Buraidah bin Al Hashib radliyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda kepada salah seorang pemimpin saat memberi wasiat :
“ … jika kalian mengepung suatu benteng lantas mereka menginginkan untuk diterapkan kepada mereka hukum Allah maka janganlah kalian menerapkan hukum Allah kepada mereka namun terapkanlah pada mereka hukummu, sesungguhnya kamu tidak mengetahui apakah kamu sesuai dengan hukum Allah atau tidak dalam perkara mereka?”

Alangkah indahnya kalau mereka –saudara-saudara kita yang berfatwa dalam masalah pemilu– mengatakan : “Sebagian ulama telah berijtihad … .” Atau ulama mereka sendiri mengatakan : “Kami berijtihad … mungkin kami sesuai dengan kebenaran dan mungkin juga kami keliru dan mungkin juga ada yang menyelisihi kami sedangkan mereka orang yang memiliki kedudukan ilmiah yang lebih tinggi … .” Dan seterusnya.

Namun mereka mengeluarkan berbagai fatwa hukum dengan mengatakan : “Barangsiapa yang tidak memilih maka dia munafik, sesungguhnya pemilu wajib, orang yang tidak memilih berarti telah berbuat dosa … .”

Dan semua hukum ini keluar dari jalan hawa nafsu. Bagaimana tidak? Dia memaksa manusia untuk menerima hukum, sistem dan proses legislasi ala musuh-musuh Allah yang telah diketahui oleh semua akan bahaya dan kerusakannya? Sedangkan mereka tidak mampu mendatangkan satu dalil pun yang menunjukkan dengan jelas bolehnya pemilu tersebut.

Sementara dalil-dalil yang berbicara tentang pengharaman pemilu ada jelas-jelas. Mereka hanya bersandar kepada ayat-ayat yang sangat jauh maknanya dari apa yang mereka dakwakan. Mereka juga memakai kaidah-kaidah fiqhiyyah bukan pada tempatnya.

(Dinukil dari buku: Menggugat Demokrasi dan Pemilu. Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber: www.assunnah.cjb.net)


read more

Menggugat Demokrasi - Nasehat: Jangan Membela Kebatilan

0 komentar

Oleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam

Setelah jelas bagi kita bahwa pemilu itu diharamkan dengan pengharaman yang sangat keras maka kerusakan yang tersisa adalah kukuhnya pembelaan seorang Muslim maupun Muslimah, partai ataupun jamaah terhadap keberadaan pemilu. Khususnya pada diri mereka-mereka yang mengetahui atau mendengar pengharamannya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu dan janganlah kamu menjadi penentang (orang yang tidak bersalah) karena (membela) orang-orang yang khianat dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nisa’ : 105-106)

Rabb kita Azza wa Jalla mengingatkan Nabi-Nya bahwa beliau adalah orang yang berada di atas kebenaran dan tidak memiliki satu kepentingan pun untuk membela pengkhianat. Allah Azza wa Jalla juga menyeru beliau agar memohon ampun dari sesuatu yang mungkin telah terjadi pada diri beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.

Kemudian untuk kedua kalinya Allah memperingatkan Nabi-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dengan firman-Nya :
“Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa.” (QS. An Nisa’ : 107)

Dan janganlah lalai dari akibat berikut. Allah Azza wa Jalla berfirman dalam hal ini :
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa.”

Banyak sekali ayat-ayat Al Quran yang membongkar kebejatan orang-orang yang tidak takut kepada Allah.

Allah Azza wa Jalla berfirman :
“Mereka bersembunyi dari manusia tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah padahal Allah beserta mereka ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. An Nisa’ : 108)

Kemana hendak lari, hendak pergi ke mana lagi, kepada siapa berlindung ketika seorang hamba telah dikelilingi oleh ilmu-Nya, kekuasaan-Nya, Ia Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat? Dia berada di bawah pengawasan Allah, di bawah genggaman Allah dan di bawah kekuasaan dan keperkasaan-Nya. Namun ia takut kepada manusia dan tidak takut kepada Allah bagaimanapun ia tetap berusaha membela kebatilan dan para pelakunya. Yang seperti ini tidak akan membawa manfaat sedikitpun baginya di hari kiamat kelak.

Allah Azza wa Jalla berfirman :
“Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari kiamat? Atau siapakah yang jadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah)?” (QS. An Nisa’ : 109)

Bukankah kebaikan yang sesungguhnya itu ada pada hari kiamat? Bukankah keburukan yang sesungguhnya itu ada pada hari kiamat? Suatu hari yang tidak ada wali, penolong, pemberi syafaat, pelindung, penyokong dan pembela kecuali hanya Allah.

Allah Azza wa Jalla juga berfirman :
“Dan tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada Tuhan Yang Hidup Kekal lagi senantiasa mengurus (makhluk-Nya). Dan sesungguhnya telah merugilah orang yang melakukan kezaliman.” (QS. Thaha : 111)

Telah diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah dari hadits Ibnu Umar radliyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Barangsiapa yang menolong permusuhan secara zalim maka dia senantiasa berada di dalam kemurkaan Allah hingga ia mencabutnya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Sesungguhnya seorang hamba pasti akan berbicara dengan satu kalimat yang menyebabkan dia tergelincir ke dalam neraka Jahannam, lebih jauh dari jarak antara timur dan barat.” (Muttafaq ‘alaih dari hadits shahabat Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu)

Bila satu kalimat yang buruk dapat menghempas pelakunya ke dalam neraka Jahannam dengan jarak yang begini jauh maka bagaimana pula dengan orang- orang yang membela kebatilan siang dan malam?

Wahai saudaraku kaum Muslimin, janganlah merasa aman dari siksa yang abadi selagi di atas kesalahan. Sesungguhnya demi Allah kamu tidak mengetahui ternyata musuhmu yang paling keras adalah saudaramu juga yang Muslim yang tidak terimbas penyakit-penyakit ini. Kamu mengetahui hak-hak seorang Muslim dan alangkah bahayanya jika sampai terjerumus ke dalam pelanggaran terhadapnya.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Mencela orang Muslim adalah kefasikan, membunuhnya adalah kekufuran.” (Muttafaq ‘alaih dari hadits Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga bersabda :
“Cukuplah bagi seseorang (dikatakan) berbuat keburukan dengan menghina saudaranya yang Muslim.” (Riwayat Muslim dari hadits Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu)

Keburukan yang membuat seseorang melecehkan seorang Muslim jauh melebihi keburukan-keburukan lainnya. Cukuplah baginya musibah perbuatan ini, ia telah membebankan dirinya dengan menanggung sesuatu yang ia tidak mampu menanggungnya. Hati-hatilah dari bermain-main dengan hal kaum Muslimin, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah bersabda :
“Barangsiapa yang makan hak seorang Muslim satu kali maka Allah Azza wa Jalla akan memberinya makan dengan yang semisalnya dari neraka Jahannam, barangsiapa yang merampas pakaian seorang Muslim maka Allah akan pakaikan padanya pakaian yang semisalnya pada hari kiamat dari neraka Jahannam.” (Riwayat Hakim, Abu Dawud dan Imam Ahmad dari Al Mustaurid bin Syaddad)

Perhatikanlah, alangkah mengerikan siksa bagi orang yang memperalat orang Muslim sebagai sarana untuk memperoleh tujuan dan angan-angannya. Cukuplah kamu menjadi penasihat bagi kaum Muslimin dan jagalah dirimu, hanya Allah tempat meminta pertolongan.

(Dinukil dari buku: Menggugat Demokrasi dan Pemilu. Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber: www.assunnah.cjb.net)


read more

Menggugat Demokrasi - Ulama-Ulama Yang Mulia Telah Berfatwa Tentang Disyariatkannya Pemilu!

0 komentar

Oleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam

Di antara orang-orang yang pro demokrasi dan pro pemilu ada yang mengatakan : “Ulama-ulama Ahlus Sunnah yang mulia telah berfatwa tentang disyariatkannya pemilu. Para ulama tersebut bukan orang-orang hizbiyyun. Di antara mereka ada Syaikh Nashiruddin Al Albani –ahli hadits zaman ini–, Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin rahimahumullah. Lantas apakah kita golongkan mereka kepada yang telah lalu?”

Jawabannya tentu tidak karena mereka adalah para ulama yang mulia. Mereka adalah ulama kita, pemimpin kita dan pemimpin dakwah yang diberkahi ini. Mereka para pelindung Islam, kami tidak mempelajari (Islam) melainkan dengan bimbingan mereka. Mereka bukan hizbiyyun, ini mustahil. Bahkan mereka senantiasa memperingatkan manusia dari bahaya hizbiyyah dan tidaklah kami selamat dari hizbiyyah kecuali dengan nasihat-nasihat mereka setelah taufiq dari Allah. Seperti Syaikh yang mulia Muhaddits negeri Yaman, Muqbil bin Hadi Al Wadi’i rahimahullah yang mengharamkan hizbiyyah. Kitab-kitab dan kaset-kaset mereka penuh dengan peringatan dari hizbiyyah. Tidak ada pada diri mereka bagi para penganut hizbiyyah sedikitpun telah untuk menegakkan dan menggolkan apa yang mereka rencanakan dan menipu dengannya kaum Muslimin. Khususnya para syabab (pemuda) yang kuat dalam berpegang dengan agamanya serta ridha dengan kebenaran.

Adapun berkenaan dengan fatwa para ulama tersebut, fatwa-fatwa mereka bersyarat dengan batasan-batasan syar’i. Di antaranya apabila maslahat yang besar dapat dicapai atau dapat menolak mafsadat yang besar dengan melakukan mafsadat yang kecil dengan tetap menjaga batasan-batasan dalam kaidah ini. Akan tetapi da’i-da’i pemilu tidaklah menjaga batasan-batasan tersebut.

Catatan :
Kenapa kita dapati orang-orang hizbiyyun tidak berpegang dengan fatwa ulama- ulama mereka sendiri (ulama hizbi) yang berfatwa tentang disyariatkannya pemilu? Dan malah berpegang dengan fatwa ulama Ahlus Sunnah seperti Syaikh Al Albani, Syaikh Bin Baz, dan Ibnu Utsaimin rahimahumullah?

Jawabannya :
Sesungguhnya ulama-ulama hizbiyyun di berbagai negara Muslim telah tenggelam dalam fanatik golongan (tahazzub). Sesungguhnya fanatik golongan ini adalah penyakit yang mematikan. Dengan sebab itulah kaum Muslimin tidak puas dengan fatwa mereka karena mereka seringkali mengaburkan masalah-masalah agama. Mereka memandang bahwa ulama Ahlus Sunnah sudah semestinya berhadapan dengan hizbiyyah. Begitulah di antara bentuk talbis (pengkaburan) yang mereka lakukan. Mereka memakai fatwa ulama Ahlus Sunnah tatkala mereka terdesak.

Apabila mereka merasa sudah tidak membutuhkan hal itu maka mereka pun berujar bahwa ulama Ahlus Sunnah adalah orang-orang bodoh yang tidak mengerti fiqhul waqi’ (fikih realitas) dan berbagai tuduhan lainnya. Sekadar contoh ketika Al Walid Syaikh Abdul Aziz bin Baz berfatwa dalam masalah syarat dan ketentuan mengadakan perjanjian damai dengan orang-orang yahudi maka mereka tak henti- hentinya menentang beliau. Siapakah yang mampu membungkam mereka? Siapa yang bisa membuat mereka puas? Akhirnya masing-masing mereka mengeluarkan fatwa, baik yang berilmu maupun yang tidak berilmu. Seakan-akan Syaikh bin Baz rahimahullah adalah sosok yang tidak mempunyai ilmu dan pengalaman. Maka khutbah-khutbah Jumat pun dijadikan wahana untuk membombardir fatwa tersebut.

Alhamdulillah, ulama-ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaah senantiasa berprasangka baik dan bersabar kepada manusia. Allah Maha Mengetahui antara orang yang membuat kebaikan dan yang membuat kerusakan.

Demikian juga bila mereka konsisten dengan fatwa Syaikh Al Albani, Syaikh bin Baz dan Syaikh ibnu Utsaimin maka mereka harus menerima fatwa mereka dalam mengharamkan tahazzub (fanatik golongan), maulid Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, menyembelih untuk selain Allah dan taqlid kepada orang-orang yahudi dan nashara serta yang semisalnya dari hal-hal yang diharamkan yang mereka masih melakukannya. La haula wala quwwata illa billah.

Syarat-syarat mempergunakan kaidah “melakukan kerusakan kecil demi menangkal kerusakan yang besar”.

1. Kemaslahatan yang diharapkan memang benar adanya bukan sesuatu yang masih mengambang. Kita tidak boleh melakukan suatu kerusakan yang nyata dengan alasan untuk menarik kemaslahatan yang belum pasti. Seandainya sistem demokrasi memang menopang Islam dan syariatnya dengan sebenar-benarnya pastilah (orang-orang partai) di Mesir, Syam, Al Jazair, Pakistan, Turki atau di negeri lain di muka bumi telah sukses semenjak enam puluh tahun yang lalu.

2. Kemaslahatan yang diharapkan lebih besar daripada kerusakan yang dilakukan, itu dengan pemahaman ulama yang kokoh ilmunya. Bukan dengan pemahaman orang-orang yang tenggelam dalam fanatik hizbiyyah atau orang-orang pergerakan atau juga para pengamat partai.
Orang yang mengetahui bahwa di antara kerusakan demokrasi yang banyak adalah penghapusan syariat Islam dan tidak butuh kepada para Rasul karena halal dan haram oleh mereka ditentukan dengan pendapat mayoritas bukan dengan apa yang dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.

Orang yang mengetahui bahwa di antara kerusakan demokrasi adalah melenyapkan pondasi Al Wala’ wal Bara’ karena agama, menyamarkan akidah yang gamblang demi merekrut hati dan suara serta meraup kursi parlemen. Orang yang mengetahui hal ini tidak akan mengatakan bahwa masuk ke dalam parlemen lebih ringan bahayanya bahkan yang benar adalah sebaliknya. Kalaulah kita terima bahwa itu nama saja (antara bahaya dan manfaat) maka (kaidah yang harus dipakai adalah) menolak bahaya dikedepankan daripada mengambil kemaslahatan.

3. Hendaknya tidak ada jalan untuk menggapai kemaslahatan tersebut kecuali dengan melakukan kerusakan ini. Seandainya kita mengatakan bahwa dalam perkara ini tidak ada jalan lain (kecuali dengan melakukan demokrasi) berarti kita telah menvonis manhaj Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak layak pakai untuk menegakkan hukum Allah di muka bumi.

Adapun orang-orang yang mengikuti kebenaran mengetahui bahwa metode demokrasi dan kehidupan multi-partai tidak menambah apa-apa kecuali hanya memperlemah saja. Karena sebab itulah musuh-musuh Islam dari kalangan yahudi, nashara dan lain-lainnya terus berupaya melestarikan berhala ini sepanjang zaman. Dan Allah Maha Mengetahui di balik semua itu.

(Dinukil dari buku: Menggugat Demokrasi dan Pemilu. Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber: www.assunnah.cjb.net)


read more

Menggugat Demokrasi - Dengan Ikut Pemilu Berarti Memilih Bahaya Yang Paling Ringan!

0 komentar

Oleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam

Mereka mengatakan : “Kami mengakui bahwa pemilu ini buruk akan tetapi keikutsertaan kami adalah dalam rangka mengambil yang paling ringan dari dua mafsadat dan demi mewujudkan kemaslahatan yang lebih besar.”

Kami katakan, ikut serta dalam majlis perwakilan. Menurut kalian itulah yang paling ringan bahayanya. Mari kita lihat apa yang dimaksud dengan bahaya yang ringan menurut mereka.

Pertanyaan pertama, siapakah hakim dalam majlis perwakilan tersebut, Allah-kah ataukah manusia? Jawabannya, manusia tentu saja.

Pertanyaan kedua, apabila hukum manusia yang berkuasa di majlis perwakilan, apakah yang seperti ini tergolong syirik kecil ataukah syirik besar? Jawabannya, ini syirik besar. Kenapa syirik besar? Karena hukum Allah Azza wa Jalla diabaikan dan di sana ada orang-orang yang tidak mengakui hukum Allah akan tetapi hukum-hukum menurut mereka pada suara terbanyak. Dan telah berlalu bahwa hakim dalam majelis perwakilan adalah manusia bahkan hukum Allah Azza wa Jalla ditolak dan bisa digugat dan ini tidak diragukan lagi adalah syirik besar. Apabila ini adalah kesyirikan berupa penentangan terhadap syariat Allah lantas masih adakah dosa yang lebih besar daripada kesyirikan dan kekufuran ini? Sebagaimana Allah firmankan :
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa’ : 48)

Karena syirik adalah dosa yang paling besar maka Allah tidak mengampuni dosa pelakunya bila ia mati dalam keadaan demikian.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah ditanya : “Dosa apakah yang paling besar di sisi Allah?” Beliau menjawab : “Yaitu kamu menjadikan bagi Allah tandingan padahal Dia yang telah menciptakan kamu.” Kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ditanya lagi setelah itu maka beliau menjawab : “Kamu membunuh anakmu sendiri karena khawatir ia ikut makan bersamamu (takut melarat) … .” (Muttafaq ‘alaih dari Abdullah bin Mas’ud radliyallahu ‘anhu)

Jelaslah bagi kita bahwa mereka pada beberapa kondisi telah melakukan tindak kesyirikan yang besar. Dan bukanlah bahaya yang paling ringan.
Allah Azza wa Jalla telah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan nasrani menjadi pemimpin-pemimpin, sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.” (QS. Al Maidah : 51)

Ini adalah hukum Allah Azza wa Jalla terhadap orang-orang yang loyal kepada orang-orang yahudi dan nashara.

Allah Azza wa Jalla berfirman :
“Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir) maka janganlah kamu duduk beserta mereka sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian) tentulah kamu serupa dengan mereka.” (QS. An Nisa’ : 140)
Allah Ta’ala tidak mengatakan, maa ‘alaikum min syai’un (kalian tidak terkena resiko apapun) dan juga tidak mengatakan : “Kecuali partai-partai Islam, sesungguhnya hal itu disyariatkan bagi mereka.”

Kami katakan kepada mereka, apakah mereka telah bertanya kepada ulama tentang mafsadat yang mereka pilih? Sudahkah mereka menjelaskan kepada para ulama hakikat perbuatan mereka ini? Ataukah mereka menipu ulama? Kalau demikian, kaidah ini telah digunakan bukan pada tempatnya.

Memang benar bahwa sebagian perbuatan buruk boleh dilakukan untuk mewujudkan kemaslahatan yang besar seperti yang dilakukan para shahabat tatkala mereka melihat rambut kemaluan anak-anak yahudi Bani Quraizhah dengan tujuan untuk mengetahui antara yang sudah tumbuh rambutnya dan yang belum tumbuh. Jika rambutnya sudah tumbuh maka dibunuh dan jika belum maka tidak dibunuh.

Namun telah jelas bagi kita bahwa kaidah tersebut tidak diterapkan sesuai dengan hakikatnya. Inilah musibah partai-partai Islam, mereka menerapkan sesuai dengan selera hawa nafsu sendiri sehingga mereka diharamkan (dijauhkan) dari ittiba’ (mengikuti sunnah). Wa Billahit Taufiq.

Kemudian kemaslahatan besar apa yang telah mereka wujudkan?
Kita telah mengetahui kejahatan yang mereka terjerumus ke dalamnya. kemudian kita penasaran dengan kemaslahatan yang mereka maksud. Karena mereka senantiasa berujar bahwa mereka akan mewujudkan kemaslahatan yang besar.
Jawabannya : Nyatanya sejak enam puluh tahun yang lalu telah menjadi sesuatu yang tak terbantahkan bahwa mereka tidak mewujudkan satu pun kemaslahatan untuk Islam.

Adapun ucapan mereka bahwa mereka berkecimpung di arena pemilu dalam rangka menempuh sesuatu yang bahayanya paling ringan dan dalam rangka mendirikan negara Islam dan menerapkan syariat Islam, semua itu slogan kosong semata.

Bisakah syariat ditegakkan sementara masyarakat dalam keadaan tidak siap untuk menerimanya?
Jawabannya, tidak! Perhatikanlah isi hadits riwayat Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhu tentang kisah Hiraqlius. Tatkala Abu Sufyan memberitahukan kepadanya tentang sifat-sifat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan dakwahnya lantas datanglah surat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam melalui pembesar negeri Bushra. Setelah membaca surat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tersebut dia — Hiraqlius– mengatakan :

“Wahai sekalian rakyat Roma, apakah kalian ingin keadaan bahagia dan teratur serta kerajaan kalian stabil? Lihatlah Nabi ini.” Maka rakyatnya pun lari dengan sangat kencang namun pintu-pintu telah tertutup. Lalu Hiraqlius memanggil lagi dan mengatakan : “Saya melakukan hal itu hanya untuk mengetahui kekokohan kalian terhadap agama kalian.” Maka rakyatnya pun sujud kepadanya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Meski Hiraqlius adalah seorang raja yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan, ia tidak mampu memaksa rakyatnya untuk masuk agama Islam. Begitu pula Raja Najasyi setelah masuk Islam dan turun ayat :
“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad) kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran).” (QS. Al Maidah : 83)

Dan ayat-ayat lainnya, lihat kitab Shahihul Musnad min Asbabin Nuzul karya Syaikh Muqbil hafizhahullah. Tatkala beliau –Raja Najasyi– wafat tidak ada yang menshalatinya maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pun menshalatinya.

Dia seorang raja kristen di negeri Habasyah, dia bukanlah orang yang naik ke kursi lantas menegakkan Islam. Ini menandakan pemahaman mereka yang rancu dan timbul dari tidak adanya fiqhul waqi’!!!
Kami katakan kepada partai-partai Islam, pelajarilah ilmu-ilmu syar’i!

Akan tetapi mereka tidak dianugerahi kepada jalan ini maka harus diawali dengan memperbaiki masyarakat sebelum sampai ke tampuk kekuasaan. Kami katakan juga, ajarilah manusia ilmu-ilmu agama dan jangan ajari mereka tentang ambisi- ambisi akan tetapi mereka tidak pula dikaruniai kebaikan ini. Demi Allah, kami telah banyak melihat partai-partai Islam ketika menguasai sebagian departemen, mereka lebih konsisten dengan aturan dan UU (buatan manusia) daripada yang lain. Bila mereka ditanya : “Apakah Allah memerintahkan hal ini?” Mereka menjawab : “Ini adalah aturan.”

Lantas mana perubahan yang telah kalian lakukan terhadap kerusakan-kerusakan yang kalian dengung-dengungkan ke telinga manusia? Kalian telah menghabiskan segenap harta dan mengalihkan manusia dari sesuatu yang lebih bermanfaat berupa konsisten terhadap tersebarnya Sunnah dan menjauh dari bid’ah! Dan Allah Maha Kuasa atas segala urusan meski kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.

(Dinukil dari buku: Menggugat Demokrasi dan Pemilu. Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber: www.assunnah.cjb.net)


read more

Menggugat Demokrasi - Kami Masuk Ke Dalam Pemilu Karena Darurat!

0 komentar

Oleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam

Darurat berasal dari kata dharar yang berarti bahaya. Adapun secara istilah, berkata Az Zarkasi : “Darurat adalah sampainya kepada batasan, jika tidak menunaikan yang terlarang niscaya akan binasa atau hampir binasa.”

Istilah ini adalah yang banyak dijumpai dalam kaidah-kaidah ilmu fiqih. Adapun selain Az Zarkasi berpendapat bahwa darurat berarti datangnya satu keadaan pada manusia berupa kesulitan, bahaya, dan kesusahan yang ia takut atau khawatir terjadinya sesuatu yang membahayakan atau menyakiti jiwa dan anggota badan, kehormatan, akal, dan harta serta yang menyertainya.

Sepantasnya pada saat seperti ini diperbolehkan untuk melakukan perbuatan yang haram atau meninggalkan yang wajib atau menunda amalan wajib dari waktu pelaksanaannya. Ini semua dilakukan demi menolak bahaya yang mungkin timbul sesuai dengan sangkaan yang kuat secara syar’i. Ini adalah definisi yang paling mencakup tanpa perlu tambahan lagi.

Saya katakan, dalam hal ini ada perbedaan antara “darurat” dan “maslahat”. Maslahat lebih umum dan darurat lebih khusus. Darurat terjadi pada saat yang genting dan dikhawatirkan muncul bahaya sebagaimana kamu lihat.
Al Quran menjelaskan tentang pengertian “darurat”, Allah Azza wa Jalla berfirman :
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas kecuali yang sempat kamu menyembelihnya dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Maidah : 3)

Makanan yang diharamkan ini boleh dimakan dalam kondisi yang sangat lapar yang dikhawatirkan bisa membinasakan jiwa seseorang.

Allah telah menjadikan syariat-Nya atas dasar kemudahan. Dan Dia telah menghilangkan berbagai kesulitan dalam banyak lapangan hukum. Tentu tidak cukup waktu untuk menyebutkan semuanya.

Kami katakan di sini, kedaruratan apa yang telah menyebabkan para pendukung pemilu menempuh cara ini? Mereka mengatakan :
“Kami terpaksa. Jika kita tidak ikut pemilu maka mereka akan membabat jenggot- jenggot kita, melarang kita menegakkan Islam, melarang kaum Muslimin mengerjakan shalat di masjid-masjid, mengajarkan Al Quran serta tidak mengizinkan khutbah dan ceramah.” Dan lain-lain dari perkataan mereka.

Di sisi lain, disyariatkannya hukum darurat adalah dalam rangka menghilangkan bahaya. Persoalannya apakah bahaya yang menimpa kaum Muslimin akan lenyap dengan berkecimpungnya kalian ke dalam parlemen?
Jika mereka menjawab iya maka ini tidak benar.

Contoh pada masa akhir pemerintahan Presiden Anwar Sadat, puluhan ribu orang Muslim dipenjarakan padahal di parlemen Mesir banyak terdapat wakil rakyat dari kalangan kaum Muslimin. Mereka tidak mampu berbuat sesuatu pun! Begitu juga di Sudan tatkala Numeiri menangkapi para aktivis Islam. Di antara para aktivis Islam yang ditangkap terdapat penasihat-penasihat elit kekuasaan. Namun mereka semua tidak sanggup berbuat sesuatu pun. Jadi kondisi kaum Muslimin ya tetap seperti itu dan masuknya mereka ke parlemen hanyalah memperburuk keadaan di berbagai tempat. Meski kadangkala ada juga yang mengurangi keburukan .

Jadi perkara yang pertama tadi (bertambahnya keburukan) menggugurkan argumentasi mereka karena hukum “darurat” disyariatkan demi melenyapkan bahaya (dan bukannya menambah bahaya). Demikianlah 60 tahun telah berlalu. Dengan ucapan-ucapan ini malah kami dapati keadaan kaum Muslimin kian memburuk dari hari ke hari demikian pula perilaku orang-orang yang mengucapkan itu sendiri.

Tampaknya saudara-saudara kita semoga Allah memaafkan mereka, berdiri di beberapa parit. Jika mereka dikepung dalam satu parit mereka berteriak dari parit yang lain. Pertama-tama dari itu semua adalah syura (musyawarah) kemudian al mashlahat al mursalah lalu “memilih bahaya yang paling ringan” kemudian “darurat dan keterpaksaan”. Manakala semua ini tidak bermanfaat bagi mereka maka mereka pun tersudut dan melontarkan pertanyaan : “Apa yang kalian inginkan untuk kami perbuat? Apakah kamu ingin kita memberi angin kepada musuh-musuh Islam?”

Mereka memaparkan contoh-contoh logika yang tidak tepat padahal akal yang shahih tidak bertentangan dengan wahyu yang shahih. Sebagaimana dijelaskan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.

Bukti-bukti barangsiapa yang tidak mengambil manfaat dengan kenyataan sosial yang dialami kaum Muslimin di majlis-majlis perwakilan sejak lebih dari setengah abad yang silam maka ia pun tidak akan peduli dengan dalil-dalil yang tadi disebutkan semuanya kecuali bila Allah Azza wa Jalla menghendaki. Allah-lah tempat mengadu.

Adapun perkataan kalian : “Apabila kami tidak menuruti mereka, mereka akan membabat jenggot-jengot kami.”

Maka jawabannya : “Sudah dimaklumi bahwa Allah Azza wa Jalla menjadikan perseteruan antara al haq dan bathil, terkadang Allah menguasakan pembela kebatilan terhadap pembela al haq dan yang wajib bagi pembela al haq adalah bersabar dan tidak boleh bagi mereka mengupayakan cara-cara yang tidak syar’i untuk melumpuhkan musuh.”


read more

Menggugat Demokrasi - Kami ‘Terpaksa’ Terjun Ke Dalam Pemilu dan Parlemen!

0 komentar

Oleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam

Al Ikrah atau “terpaksa” secara istilah berarti “membawa seseorang untuk mengerjakan atau mengatakan sesuatu yang dia tidak ingin melakukannya”. Ini adalah definisi “terpaksa” menurut ilmu ushul fiqih.

Dengan pengertian ini berarti mesti ada pihak yang memaksa dan ada yang dipaksa. Dan mestinya orang yang memaksa mampu mengerjakan apa yang dikehendaki pada diri orang yang dipaksa. Itu karena lemahnya perlawanan orang yang dipaksa. Ini berdasarkan dalil dari Al Quran, Allah Azza wa Jalla berfirman :

“Kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa) akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran maka kemurkaan Allah menimpanya.” (QS. An Nahl : 106)

Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Diangkat dari umatku (balasan) karena kesalahan, kelupaan dan yang dipaksa.” (HR. Thabrani dari Tsauban radliyallahu ‘anhu)

Ayat dan hadits tadi menunjukkan bahwa ada orang yang memaksa seorang Muslim untuk mengerjakan perbuatan haram atau perkataan yang haram.

Para ulama telah membagi keterpaksaan ini menjadi dua bagian :
Pertama, keterpaksaan orang yang mencari perlindungan. Yaitu ketika seseorang diancam untuk dibunuh atau diancam dengan sesuatu yang dia tidak mampu untuk menanggungnya disertai sangkaan kuat bahwa ancaman tersebut sangat mungkin dilaksanakan. Maka pendapat para ulama dalam masalah ini nyaris sama karena inilah ulama belakangan melihat perlunya membagi masalah ini menjadi dua.

Kedua, keterpaksaan orang yang tidak mencari perlindungan. Batasannya ialah bila seseorang diancam dengan sesuatu yang tidak sampai menyebabkan binasa atau seorang yang memaksa tidak mempunyai kekuatan dan kekuasaan untuk melakukan ancamannya.

Melakukan yang diharamkan dengan alasan terpaksa adalah boleh dengan syarat tadi. Lantas kita tengok saudara-saudara kita ini. Kita katakan kepada mereka : “Siapa yang telah memaksa kalian untuk berkecimpung dalam pemilu?” Jika mereka katakan : “Mereka telah memaksa kami.”
Kami jawab : “Kenyataannya tidak ada paksaan terhadap kalian dan tidak terjadi satu jenis pun pemaksaan, tidak yang besar tidak pula yang kecil. Karena memang tidak ada orang yang memaksa. Justru kalianlah yang menyerukan pemilu dan mencari-cari dalil (untuk membolehkannya) dan memerangi orang yang menyelisihi kalian dalam pemahaman tersebut.

Maka pernyataan bahwa kalian “dipaksa” adalah pengakuan yang batil.
Kalau pengakuan mereka terbukti batil lantas apa maksud dari segala publikasi dan propaganda kalian ini? (Yakni bahwa kalian terpaksa). Jawabnya adalah dalam rangka melegalkan sikap-sikap mereka dan memperdaya masyarakat umum. Sehingga bila gagal mereka pun “dimaafkan” oleh masyarakat.

Andai yang mereka maksud dengan kata “terpaksa” adalah : “Kami tidak menyukainya namun desakan situasilah yang menuntut kami untuk terjun ke dalam pemilu.”

Tentang ini, sebentar lagi akan ada jawabannya dengan rinci. Akan tetapi di sini ada satu pertanyaan, kenapa kalian menempatkan kaidah syar’i tidak pada tempatnya? Bukankah ini berarti mempermainkan kaidah-kaidah syar’i agar sebagiannya bercampur baur dengan yang lain? Jawabannya, begitulah keadaan mereka. Allah- lah tempat mengadu.

(Dinukil dari buku: Menggugat Demokrasi dan Pemilu. Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber: www.assunnah.cjb.net)


read more

Menggugat Demokrasi - Kami Tidak Ingin Memberi Peluang Kepada Musuh!

0 komentar

Oleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam

“Kami tidak ingin memberi peluang kepada musuh dari kalangan sekuler, sosialis, dan lain-lain.”

Jawabannya :
Kami juga tidak menginginkan musuh-musuh Allah mempunyai jalan untuk menyerang orang-orang Mukmin namun kami katakan kepada saudara-saudara sekalian apa yang kalian telah persiapkan untuk tindakan ini? Jika kalian mempergunakan sarana yang sama dengan mereka dan kalian tunduk kepada UU mereka maka kalian tidak dapat memperoleh sesuatu pun kecuali dengan banyak mengalah dan mengalah lagi. Kadang mereka mengatakan, kami berambisi untuk mencapai mayoritas suara majlis perwakilan. Anggaplah kalau kalian telah mencapai jumlah mayoritas lantas apakah kalian boleh untuk menerapkan hukum dengan hukum mayoritas? Jawabannya : Tidak boleh!

Sungguh kita telah mendengar paduan suara semacam ini yakni bagaimana mungkin kita memberi peluang kepada musuh? Apakah kalian suka dikuasai oleh orang-orang sekuler atau sosialis atau yang lainnya? Mereka melarang kalian untuk mengajar, berdakwah ilallah dan menghalangi Islam? Kenyataan menegaskan kepada kita bahwa koor mereka ini merupakan bentuk kampanye untuk pemilu kalau tidak maka apa hasil yang telah dicapai selama 60 tahun ini?

Sungguh mereka telah mencapai suara mayoritas di MPR seperti di Pakistan, Turki, Yordania, Kuwait, Yaman dan lainnya. Namun tidak pernah terjadi bahwa mereka mengubah sistem jahili, melawan para musuh dan bahkan sebaliknya mereka berkhidmat terhadap musuh dan berkoalisi dengan mereka di kebanyakan negara. Ini terang sekali laksana terangnya matahari di siang bolong. Adapun kami, sungguh tidak suka dikuasai oleh siapapun kecuali orang-orang shalih. Jika tidak ada orang yang shalih dan sulit terwujud yang demikian ini maka kami bersabar terhadap penguasa yang ada. Kami nasihatkan mereka dengan Al Quran dan As Sunnah, jika mereka memerintahkan dengan kemaksiatan kami tidak memaki mereka. Kami ingatkan mereka tentang balasan-balasan Allah terhadap umat-umat terdahulu. Tatkala mereka mempopulerkan kemaksiatan serta memerangi Allah dengan manhaj dan konsepnya.

Kami ingatkan mereka bagaimana Allah telah merobohkan umat terdahulu, melenyapkan kekuasaan mereka, dan membuat musuh menguasai mereka. Kemudian musuh pun merampas apa yang ada dengan tangan mereka lalu menimpakan kepada mereka bencana yang sangat dahsyat. Kami bukanlah tipe orang yang mengandalkan semangat bukan pula orang yang suka membikin keributan yang suka memunculkan madharat yang lebih besar daripada manfaat. Bukan pula orang yang suka mengetuk pintu-pintu (mengais rizqi di hadapan) penguasa. Dan juga bukan termasuk orang yang suka meminta-minta kepada mereka. Kami tidaklah menganggap sah penyimpangan mereka dari shirathal mustaqim.

Seperti inilah dahulu manhaj Salaful Umat yang sebenarnya. Namun kita pada zaman sekarang ini telah mendapatkan banyak ujian dengan kaum-kaum yang jika diberi sesuatu oleh penguasa berupa dunia dan pekerjaan mereka pun ridha. Lalu mengatakan penguasa tersebut lebih baik daripada yang lainnya. Tatkala mereka tidak diberi oleh penguasa, mereka pun marah, berlindung ke masjid- masjid, naik mimbar untuk mengkafirkan pemerintah, menyerukan dan memprovokasi untuk berjihad melawan mereka. Apabila kami mendakwahi mereka agar bermanhaj Salaf –yang memerintahkan untuk menasihati penguasa dan tidak mengekspos kezaliman mereka– maka komentar mereka : “Itulah para kacung penguasa!”

Saya tidak tahu, demi Allah siapa yang paling pantas menyandang sifat ini? Apakah orang yang menghindar dari majelis mereka (para penguasa) ataukah orang yang berdiri di pintu-pintu mereka pada pagi dan sore hari.

(Dinukil dari buku: Menggugat Demokrasi dan Pemilu. Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber: www.assunnah.cjb.net)


read more

Menggugat Demokrasi - Kami Akan Mengalihkan UU Sekuler Menuju UU Islam!

0 komentar

Oleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam

Sebagian mereka mengatakan : “Berbahagialah wahai rakyat! Kami telah menjadikan UU kalian menjadi lebih Islami.”

Kami bukan golongan orang semacam ini, yakni golongan yang gembar-gembor : “Berbahagialah kalian! Kami telah mengamandemen undang-undang!”

Apa yang telah kalian perbuat, wahai orang yang malang! Catatan di atas kertas itu adalah untuk kepentingan opini media-media saja. Kenyataannya, kalian tidak pernah menyaksikan kecuali yang lebih parah keadaannya. Kami memohon kepada Allah kebaikan kaum Muslimin. Dan yang menjadi materi amandemen itu ialah “syariat Islam menjadi rujukan dari segala proses penetapan hukum”.

Saya bertanya kepadamu, wahai orang yang berbangga dengan amandemen undang-undang, apakah Al Quran berada pada kedudukan yang lebih tinggi di atas UU sejak masa pemilihan umum, proses amandemen sampai sekarang ataukah berada di bawah UU?

Apa yang kita peroleh lewat proses amandemen di atas kertas? Apalagi materi- materi yang lain juga masih berlumur kebatilan? Perhatikan materi setelah proses amandemen tersebut sebagaimana yang tercantum dalam UU negeri Yaman .
Inilah sebagian teks materi UU yang telah diamandemen :
“Rakyat adalah pemegang kekuasaan yang mempraktikkannya secara langsung melalui cara voting, referendum dan pemilihan umum dan secara tidak langsung lewat lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif.”
Mana bagian undang-undang yang diamandemen? Dimana mata kalian ketika menganggap telah meluruskan suatu materi dan tidak meluruskan materi-materi yang lain?
Negara Islam pernah berdiri di timur dan barat dengan hukum Al Quran tanpa membutuhkan satu baris pun aturan-aturan non Muslim dari yahudi dan nashara serta selain mereka.

Catatan :
Memang telah dilakukan banyak usaha-usaha amandemen sebagian materi undang- undang akan tetapi hal itu “tidak menghapus dahaga dan tidak membikin kenyang orang yang lapar” (tidak berfaidah sedikit pun). Pokok materi yang paling populer diamandemen adalah materi sumpah. Bunyinya :
“Saya bersumpah dengan nama Allah Yang Maha Agung untuk menjadi orang yang berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya dan untuk memelihara aturan-aturan negara republik dan untuk menghormati hukum dan perundang- undangan.”

Kenyataannya, undang-undang dan hukum-hukum buatan manusialah yang dihormati. Tidak cukup berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menurut anggapan kalian semata.
Karena kalimat tersebut sama saja mempetieskan Al Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Yang benar semestinya mereka mengatakan :
“Saya bersumpah dengan nama Allah Yang Maha Agung hendak menerapkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya dan tidak menegakkan hukum selain keduanya.”

Pada hari-hari mendatang niscaya akan nampaklah segala sesuatunya. Dan tiap orang akan mengetahui apa yang telah ia raih. Adapun orang-orang yang terus menerus menggembar-gemborkan bahwa mereka telah mengamandemen UU bisa jadi adalah orang yang bodoh terhadap ucapannya sendiri atau memang mereka mengetahui keadaan yang sebenarnya. Jika benar mereka bodoh maka mereka tidak berhak untuk menjadi pemimpin umat. Mereka bodoh terhadap sesuatu yang dapat diketahui oleh pedagang pasar, tukang sapu jalanan, dan calo parkir meski mereka mengetahui hakikat suatu keadaan. Sesungguhnya amademen undang- undang adalah “macan kertas” yang tidak ada realisasinya sedikitpun. Mereka tidak mampu untuk berhujjah dan berdalil dengannya. Mereka membuat rakyat dalam situasi serba kebingungan. Pelaku semua ini adalah para penipu umat bukan penasihat umat.

Dan ini kian menjauhkan umat dari bimbingan dan arahan yang benar. Bertanyalah kepada seluruh lapisan dan kelompok masyarakat tentang keadaan kaum Muslimin di majelis legislatif, pergaulan mereka, informasi-informasi seputar mereka, kantor- kantor hukum serta yang lainnya. Apakah Al Quran dan As Sunnah berada di atas UU dan hukum-hukum buatan manusia ataukah tidak? Jawaban pertanyaan seperti ini tidak samar bagi orang seperti kalian.

Namun seluruh pengaduan kembali kepada Allah dalam timbangan kalian dengan dua sha’. Seandainya Ahlus Sunnah melakukan tindakan yang salah dan sesuatu yang tidak kalian kerjakan pastilah kalian akan menuduh mereka sebagai buta terhadap kenyataan sosial hanya paham masalah kulit luar (tekstual-normatif), kampungan! Padahal mereka adalah orang yang paling jauh dari menyelisihi syariat Allah. Wallahul musta’an.


read more

Menggugat Demokrasi - Menegakkan Syariat Secara Bertahap?

0 komentar

Oleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam

Terhadap orang yang mengatakan kepada mereka : “Kalian tidak merealisasikan apapun selama ini.”
Maka mereka menjawab –dalam rangka pembelaan diri– : “Menegakkan syariah itu harus dengan cara bertahap.”

Ucapan ini tidak benar karena beberapa hal.
1. Menegakkan syariat bisa dilakukan secara bertahap dengan jalan yang syar’i bukan dengan sistem barat.

2. Perkataan ini diucapkan oleh muballigh-muballigh propagandis pemilu dengan tujuan agar manusia mau menerima pemilu dan berkecimpung di dalamnya tanpa ada beban sedikitpun. Sedangkan para anggota majelis perwakilan dari kalangan kaum Muslimin bukanlah orang-orang yang berupaya menegakkan Islam secara bertahap dan tidak juga dengan cara lainnya. Sebagai bukti, tiap kali ada hukum (dari luar Islam) yang datang kepada mereka pasti mereka setujui kecuali orang- orang yang dirahmati Allah Azza wa Jalla meskipun di dalamnya terdapat begitu banyak penyimpangan syar’i. Ini apabila mereka dimintai pendapatnya maka bagaimana apabila hukum tersebut diputuskan tanpa mereka? Alangkah miripnya keadaan mereka dengan orang yang dikatakan oleh seorang penyair :

Urusan tuntas tatkala kekacauan telah hilang
Mereka tidak dimintai izin padahal mereka para saksi

3. Kenapa kalian tidak memaparkan secara bertahap ini? Bahkan kalian meninggalkannya secara terbuka. Tujuannya kalau nanti ada yang mempersoalkan hal ini maka kalian bisa menjawab : “Kami berpendirian bahwa penerapan syariah itu harus dilakukan secara bertahap.”

Kuat sangkaan saya dan Allah Yang Maha Mengetahui bahwa kalian akan senantiasa berkata begini. Sampai kiamat kalian tidak akan menerapkan kaidah ini.

Kalian tidak memiliki satu pun hukum yang terealisir kecuali yang berasal dari orang- orang sekuler. Kalian tidak memiliki apa-apa walau jumlah kalian banyak. Janganlah berkhayal karena kalian menguasai undang-undang yang “mengekang” kalian sendiri. Bertakwalah kepada Allah! Jadilah orang-orang yang jujur! Atas dasar ini, klaim kalian bahwa kalian akan menegakkan syariah secara bertahap adalah omong kosong belaka tidak ada hakikat dan buktinya. Demi Allah, saya khawatir kebaikan- kebaikan yang masih tersisa pada mereka malah mereka sia-siakan dengan dalih bahwa mereka sedang meniti tahapan.

Allah Azza wa Jalla telah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” (QS. Ash Shaff : 2-3)

(Dinukil dari buku: Menggugat Demokrasi dan Pemilu. Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber: www.assunnah.cjb.net)


read more

Menggugat Demokrasi - Mendirikan Negara Islam?

0 komentar

Oleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam

Para pemikir Islam mengatakan :
“Kami terjun dalam pemilu dalam rangka mendirikan negara Islam.”

Persoalannya adalah bagaimana mungkin orang yang di awal langkahnva menginjak- nginjak Islam dapat menegakkan negara Islam dan menerapkan hukum syariat sementara dia sendiri adalah orang yang pertama kali mengalah dalam perkara syariat? Bukankah undang-undang pemilu adalah bagian dari UU sekuler yang diimpor dari Eropa?

Jawabnya :
Tentu sebagaimana telah lalu.
Bila mereka benar-benar ingin menegakkan negara Islam sesuai dengan ucapan mereka, kenapa mereka tidak memulainya dengan menolak pemilihan umum? Dan mengatakan, kami tidak menerima pemilu karena ia adalah sistem thaghut. Kami tidak pernah mendengar seorang pun dari mereka membantah bencana ini. Bahkan dengan tunduknya mereka kepada UU (barat) dalam perkara pemilu berarti mereka telah siap untuk berkompromi setiap kali mereka hendak memperbaiki hukum- hukum demokrasi. Bagaimana mungkin mereka ridha diatur oleh hukum ala barat lalu mengatakan, kami akan menegakkan hukum Allah? Ini semua hanya slogan kosong belaka.

Dan ini kami anggap sebagai sikap merendahkan diri dan memang mereka selalu mengalah. Sekedar contoh, mereka mengatakan :
“Kami akan menegakkan negara Islam.”
Dan mereka terus menggembar-gemborkan kalimat ini dalam beberapa masa kemudian kita tidak mendengar apapun melainkan mereka telah memiliki slogan baru yakni :
“Sesungguhnya kami tidaklah menginginkan kecuali perbaikan sesuai dengan kadar kemampuan.”

Mereka mengalah dari rencana menegakkan negara sampai akhirnya menghendaki perbaikan menurut kadar kemampuan mereka. Padahal tidak diragukan lagi bahwa wajib bagi tiap kaum Muslimin untuk memperbaiki apa yang mereka mampu. Ayat ini adalah ucapan Nabiyullah Syuaib Alaihis Salam pada asalnya. Lantas mereka menjadikan agama dan ayat semata-mata hanya sebagai kumpulan slogan omong kosong.

Slogan terakhir yang mereka serukan merupakan bukti dari sekian banyak sikap mengalah mereka. Bisa diambil kesimpulan bahwa mereka telah gagal dalam memberikan gambaran yang lemah sekitar penegakkan daulah Islam. Dan mereka terus meniti tangga-tangga untuk mengalah. Kami sangat khawatir mereka akan menghilangkan yang masih tersisa pada mereka yakni Islam karena penyimpangan- penyimpangan dimulai sedikit demi sedikit hingga lepas semua. Maha Benar Allah yang telah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar.” (QS. An Nur : 21)

Perhatikanlah akhir dari “orang yang menginginkan perbaikan menurut kemampuannya”, ia memerintahkan untuk menyelisihi syariat dengan dalih kemaslahatan. Dan dia mengalah dari satu kebenaran merupakan sebab diturunkannya azab Allah di dunia dan di akhirat.

Allah Azza wa Jalla berfirman :
“Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat(hati)mu niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka, kalau terjadi demikian, benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun terhadap Kami.” (QS. Al Isra : 73-75)

Kalau begitu, apa artinya mengalah dan manfaat apa yang bisa diambil bila sikap mengalah ini mendatangkan azab Allah yang buruk di dunia dan di akhirat?

Firman Allah Azza wa Jalla :
“Dan pastilah azab di akhirat lebih pedih dan lebih kekal.” (QS. Thaha : 127)

Juga firman Allah lainnya :
“Dan sesungguhnya azab di akhirat lebih hina sedangkan mereka tidaklah ditolong.” (QS. Fushilat : 16)

Orang-orang kafir di sini tidak menuntut kepada Nabi kita agar meninggalkan agamanya karena mereka tahu bahwa Nabi tidak akan melakukan hal itu. Namun mereka menuntut Nabi agar mengalah (memberi konsesi) meski dalam sebagian kecil kebenaran. Rabb kita telah menganugerahkan kepada Nabi kita dengan anugerah kebaikan dan pemahaman yang lurus serta ketegaran dan perlindungan ketika menghadapi orang-orang musyrik. Ayat ini memberikan faidah bahwa menggaet tokoh pimpinan dan penguasa agar mereka menjadi pelopor terdepan dalam barisan dakwah dalam takaran dakwah kepada Allah tidaklah diperbolehkan karena mengalah dalam perkara agama ini walau dengan dalih untuk mewujudkan kemaslahatan dakwah tidaklah diperbolehkan.

Allah Azza wa Jalla telah berfirman dalam Kitab-Nya yang mulia :
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati- hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah) maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.

Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin.” (QS. Al Maidah : 49-50)

Al Quran Al Karim telah memperingatkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dari sikap mengalah kepada siapapun dan kekuasaan manapun, baik di bawah kendali orang- orang yahudi maupun musyrik. Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam diminta untuk tidak keluar dan tidak goyah berhukum dengan hukum Allah Azza wa Jalla bahkan Allah mengancam Nabi-Nya dengan ancaman yang sangat keras dan siksa yang sangat menyakitkan apabila terjadi padanya kelancangan dalam menisbatkan hukum yang tidak difirmankan dan disyariatkan oleh-Nya.

Allah berfirman :
“Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya.” (QS. Al Haqqah : 44-46)

Sungguh rugi orang yang menyangka bahwa dia akan hidup dengan selamat sementara pada saat yang sama dia banyak mengalah dalam perkara-perkara yang berkait dengan Islam. Padahal dia menempati kedudukan sebagai da’i, ulama, dan figur yang diteladani. Dan mereka belum juga berhenti dan terus menerus mengalah dalam berbagai perkara keislaman. Kepada Allah-lah tempat mengadu.

(Dinukil dari buku: Menggugat Demokrasi dan Pemilu. Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber: www.assunnah.cjb.net)


read more

Menggugat Demokrasi - Kami Berniat Baik?

0 komentar

Oleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam

Mereka hendak mengatakan bahwa :
“Kami tidak berdosa karena niat dan tujuan kami yang baik. Keinginan kami tidak lain adalah menolong Islam.”

Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan namun tidak bisa menggapainya. Kebaikan tidak akan terwujud dengan semata-mata bermodalkan niat yang baik dan mengabaikan kebenaran.
Sudah terang –laksana matahari di siang bolong– bahwa seluruh amalan tidak akan diterima di sisi Allah kecuali dengan dua syarat yakni :
1. Ikhlas yakni seseorang beramal mencari keridhaan Allah Azza wa Jalla dan
2. Selaras dengan syariat Allah sesuai dengan Al Quran dan As Sunnah.

Apabila hilang salah satu dari dua syarat di atas tidaklah diterima amalan tersebut di sisi Allah. Kami menganggap bahwa kalian memang menginginkan kebaikan. Namun itu tidaklah cukup. Amalan shalih harus sesuai dengan syariat dalam bilangan, tata cara, sifat dan bentuk, mula dan akhir, dalam pokok dan cabang hukum, serta dalam tempat dan waktu.

Dalil-dalil tentang hal itu adalah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Barangsiapa yang mengada-adakan amalan baru dalam urusan kami ini (agama Islam) maka ia tertolak.” (Muttafaq ‘alaihi dari Aisyah radliyallahu ‘anha)
Dan dalam Shahih Muslim :
“Barangsiapa yang beramal dengan amalan yang bukan dari agama kami maka itu tertolak.”

Lafazh man termasuk lafazh-lafazh yang umum. Perbuatan apapun yang mengada- ngada ini seluruhnya tertolak. Maka otomatis ibadahnya ahli bid’ah tertolak.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah bersabda :
“Sesungguhnya Allah menghalangi taubat pelaku bid’ah hingga dia meninggalkan bid’ahnya.” (Riwayat Thabrani, Baihaqi, dan Adh Dhiya dari Anas radliyallahu ‘anhu)

Ahli ibadah ini memacu jiwanya dan bersemangat dalam beribadah kepada Rabb- nya. Namun Allah tidak menerima sedikitpun amalan yang ia lakukan kendati dia sangat mengharapkan pahala dari sisi Allah. Keikhlasannya dalam beramal tidak dibarengi dengan mengkaji sumber syariat amalan tersebut.
Tiap kali dia sungguh-sungguh bertaubat, taubatnya senantiasa tertolak meski niatnya baik dan tujuannya agung. Hal ini tidak menyelamatkan pelakunya dari kesalahan-kesalahan sama sekali.

Diriwayatkan dalam Shahihain dari hadits Usamah bin Zaid, beliau mengatakan :
[ Saya pernah mengejar seorang musyrikin bersama seorang Anshar ketika kami hampir membunuhnya dia mengatakan Laa Ilaha Illallah. Temanku mengurungkan niatnya dan saya memenggalnya hingga tewas. Lantas saya bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tentang hal itu, beliau menjawab :
“Apakah kamu membunuhnya setelah dia mengucapkan Laa Ilaha Illallah?” Saya berkata : “Wahai Rasulullah, dia mengucapkan demikian hanya untuk berlindung diri.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam balik bertanya : “Apakah kamu telah membelah hatinya? Lantas apa yang akan kamu lakukan dengan kalimat Laa Ilaha Illallah apabila telah datang hari kiamat?”
Usamah mengatakan, beliau terus mengulang-ngulangnya sampai saya berandai- andai bahwa saya belum masuk Islam kecuali pada hari ini. ]

Lihatlah Usamah dan maksudnya yang baik untuk menolong Islam. Apakah dia bermaksud jahat? Tidak! Meski demikian, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mencela perbuatannya dan tidak memaafkan dengan sebab tujuannya yang baik.
Demikian pentingnya masalah ini hingga para ulama pun telah mengarang banyak kitab yang memperingatkan umat dari bahaya bid’ah.

Adapun bid’ah adalah beribadah kepada Allah dengan sesuatu yang tidak disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Lihatlah kitab Al I’tisham karya Asy Syatibi. Dengan sangat baiknya beliau berbicara tentang bahaya bid’ah, jenis-jenis dan cabangnya.

Seandainya orang-orang yang mengatakan, “niatku baik dan tujuanku baik” dapat dibenarkan tentu hal ini akan menyebabkan banyak orang melakukan pembunuhan lantas berlindung di balik alasan “niatku baik”.

Orang yang mengkonsumsi minuman keras akan berkata “niatku baik”. Yang seperti ini banyak dan kerap terjadi karena menyangkut aktifitas hati. Kita tidak mampu untuk menetapkannya dan kita tidak bisa mengambil faidah kecuali dengan dalil yang menyertainya dari luar (hati).

Allah telah membimbing kita untuk mengambil lahiriah berbagai perkara dan Allah- lah yang menguasai urusan yang tersembunyi. Oleh karena inilah Umar berkata sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan lainnya :
“Sesungguhnya wahyu telah terhenti dan sesungguhnya kami menghukumi kalian dengan hal-hal yang tampak bagi kami dari perbuatan kalian. Barangsiapa yang nampak bagi kami kebaikannya maka kami berikan keamanan dan rahasianya bukanlah urusan kami sedikitpun. Allah yang akan menghisab rahasia-rahasia mereka. Barangsiapa yang nampak bagi kami kejahatannya, kami tidak akan memberikan jaminan keamanan dan tidak akan mempercayainya meski dia mengatakan :
‘Sesungguhnya hatiku berniat baik.’
Sesungguhnya kami tidak bersedia untuk menerima orang yang mengaku hatinya baik. Kami memiliki dalil-dalil yang menunjukkan bahwa zhahir yang baik adalah bukti atas batin yang baik dan rusaknya zhahir merupakan bukti atas rusaknya batin.

Rasulullah bersabda :
‘Sesungguhnya di dalam jasad ada segumpal daging, bila ia baik maka baiklah seluruh jasad, bila ia rusak maka rusaklah seluruh jasad.’” (Muttafaq ‘alaihi dari Nu’man bin Basyir)

Orang yang sudah diketahui kebaikannya lalu terjadi padanya kekeliruan dalam perkataan maupun perbuatan maka mungkin kekeliruan tersebut dilakukan atas dasar tujuannya yang baik. Dan mestinya dia diingatkan dari perkara-perkara yang keliru. Adapun orang yang sudah diketahui sebagai orang yang menyimpang dari syariah dan tidak mau menerima kebenaran maka kekeliruannya tidak mungkin ditolerir. Yang saya pahami, sebagian tokoh pergerakan Islam telah mengetahui bahwa pemilu adalah haram. Namun mereka terus ikut serta apapun keadaannya. Dan kami berbaik sangka bahwa mayoritas mereka menginginkan hal itu dalam rangka menolong Islam. Akan tetapi “betapa banyak orang yang mencari kebenaran tidak bisa menggapainya”. Bila memang benar kita ingin menolong agama Islam maka sebaik-baik petunjuk adalah petuniuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Seperti kata Imam Malik :
“Umat terakhir tidak akan bisa baik kecuali dengan sesuatu yang telah membuat baik umat pertama.”
Wallahu musta’an.

(Dinukil dari buku: Menggugat Demokrasi dan Pemilu. Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber: www.assunnah.cjb.net)


read more