Kamis, 12 Maret 2009

Menggugat Demokrasi - Kami Akan Mengalihkan UU Sekuler Menuju UU Islam!

Kamis, 12 Maret 2009 |

Oleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam

Sebagian mereka mengatakan : “Berbahagialah wahai rakyat! Kami telah menjadikan UU kalian menjadi lebih Islami.”

Kami bukan golongan orang semacam ini, yakni golongan yang gembar-gembor : “Berbahagialah kalian! Kami telah mengamandemen undang-undang!”

Apa yang telah kalian perbuat, wahai orang yang malang! Catatan di atas kertas itu adalah untuk kepentingan opini media-media saja. Kenyataannya, kalian tidak pernah menyaksikan kecuali yang lebih parah keadaannya. Kami memohon kepada Allah kebaikan kaum Muslimin. Dan yang menjadi materi amandemen itu ialah “syariat Islam menjadi rujukan dari segala proses penetapan hukum”.

Saya bertanya kepadamu, wahai orang yang berbangga dengan amandemen undang-undang, apakah Al Quran berada pada kedudukan yang lebih tinggi di atas UU sejak masa pemilihan umum, proses amandemen sampai sekarang ataukah berada di bawah UU?

Apa yang kita peroleh lewat proses amandemen di atas kertas? Apalagi materi- materi yang lain juga masih berlumur kebatilan? Perhatikan materi setelah proses amandemen tersebut sebagaimana yang tercantum dalam UU negeri Yaman .
Inilah sebagian teks materi UU yang telah diamandemen :
“Rakyat adalah pemegang kekuasaan yang mempraktikkannya secara langsung melalui cara voting, referendum dan pemilihan umum dan secara tidak langsung lewat lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif.”
Mana bagian undang-undang yang diamandemen? Dimana mata kalian ketika menganggap telah meluruskan suatu materi dan tidak meluruskan materi-materi yang lain?
Negara Islam pernah berdiri di timur dan barat dengan hukum Al Quran tanpa membutuhkan satu baris pun aturan-aturan non Muslim dari yahudi dan nashara serta selain mereka.

Catatan :
Memang telah dilakukan banyak usaha-usaha amandemen sebagian materi undang- undang akan tetapi hal itu “tidak menghapus dahaga dan tidak membikin kenyang orang yang lapar” (tidak berfaidah sedikit pun). Pokok materi yang paling populer diamandemen adalah materi sumpah. Bunyinya :
“Saya bersumpah dengan nama Allah Yang Maha Agung untuk menjadi orang yang berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya dan untuk memelihara aturan-aturan negara republik dan untuk menghormati hukum dan perundang- undangan.”

Kenyataannya, undang-undang dan hukum-hukum buatan manusialah yang dihormati. Tidak cukup berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menurut anggapan kalian semata.
Karena kalimat tersebut sama saja mempetieskan Al Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Yang benar semestinya mereka mengatakan :
“Saya bersumpah dengan nama Allah Yang Maha Agung hendak menerapkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya dan tidak menegakkan hukum selain keduanya.”

Pada hari-hari mendatang niscaya akan nampaklah segala sesuatunya. Dan tiap orang akan mengetahui apa yang telah ia raih. Adapun orang-orang yang terus menerus menggembar-gemborkan bahwa mereka telah mengamandemen UU bisa jadi adalah orang yang bodoh terhadap ucapannya sendiri atau memang mereka mengetahui keadaan yang sebenarnya. Jika benar mereka bodoh maka mereka tidak berhak untuk menjadi pemimpin umat. Mereka bodoh terhadap sesuatu yang dapat diketahui oleh pedagang pasar, tukang sapu jalanan, dan calo parkir meski mereka mengetahui hakikat suatu keadaan. Sesungguhnya amademen undang- undang adalah “macan kertas” yang tidak ada realisasinya sedikitpun. Mereka tidak mampu untuk berhujjah dan berdalil dengannya. Mereka membuat rakyat dalam situasi serba kebingungan. Pelaku semua ini adalah para penipu umat bukan penasihat umat.

Dan ini kian menjauhkan umat dari bimbingan dan arahan yang benar. Bertanyalah kepada seluruh lapisan dan kelompok masyarakat tentang keadaan kaum Muslimin di majelis legislatif, pergaulan mereka, informasi-informasi seputar mereka, kantor- kantor hukum serta yang lainnya. Apakah Al Quran dan As Sunnah berada di atas UU dan hukum-hukum buatan manusia ataukah tidak? Jawaban pertanyaan seperti ini tidak samar bagi orang seperti kalian.

Namun seluruh pengaduan kembali kepada Allah dalam timbangan kalian dengan dua sha’. Seandainya Ahlus Sunnah melakukan tindakan yang salah dan sesuatu yang tidak kalian kerjakan pastilah kalian akan menuduh mereka sebagai buta terhadap kenyataan sosial hanya paham masalah kulit luar (tekstual-normatif), kampungan! Padahal mereka adalah orang yang paling jauh dari menyelisihi syariat Allah. Wallahul musta’an.



Related Posts



0 komentar:

Posting Komentar